Menjamu tamu adalah sunnah Rasulullah SAW. Bahkan sebelum beliau diutus sebagai rasul, beliau sudah memiliki tradisi menjamu tamu. Simaklah apa yang dikatakan oleh Sayidatina Khadijah RA kepada beliau ketika beliau pulang dari gua Hira’ usai ditemui Malaikat Jibril AS: “Berbahagialah suamiku. Allah pasti tidak akan menghinakanmu sampai kapan pun sebab engkau orang yang suka menyambung tali silaturahim, selalu berkata benar, sabar menanggung penderitaan, suka menjamu tamu dan suka menolong orang.”
Menjamu tamu juga merupakan sunnah atau tradisi para nabi. Semua nabi menghormati tamunya. Semua nabi senang menerima tamu.
Di dalam Al-Quran bisa kita dapati kisah tamu Nabi Ibrahim AS dan Nabi Luth AS. Perhatikan bagaimana dua orang mulia ini memuliakan tamu mereka. Mari kita kutip satu cerita saja, yaitu cerita tentang penghormatan Nabi Ibrahim AS kepada tamunya, sebagaimana termaktub dalam terjemahan ayat-ayat berikut ini: “Apakah sudah sampai padamu cerita tentang tamu Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka datang padanya lalu mereka mengucap ‘Salam.’ Ibrahim menjawab, ‘Salam.’ (Mereka adalah) orang-orang yang tidak dikenal. Diam-diam Ibrahim pergi menemui keluarganya lalu dia kembali lagi (kepada tamunya) dengan membawa anak sapi gemuk (yang dibakar). Lalu dia menghidangkan padanya (tapi mereka tidak mau makan). Maka berkatalah Ibrahim, “Tidakkah kalian mau makan?” (Adz-Dzariyat: 24-26). Si tamu menolak untuk makan karena sesungguhnya dia bukan manusia melainkan malaikat.
Lihatlah, untuk tamu yang tidak dikenal beliau memberikan penghormatan yang luar biasa dengan menyembelih sapi kecil. Apa pula yang beliau lakukan jika tamu yang datang adalah orang yang beliau kenal.
Kisah tentang penghormatan Nabi Ibrahim AS kepada tamu sudah sangat tersohor. Pernah beliau berjalan sampai 1-2 mil hanya untuk mencari orang yang bisa beliau ajak makan bersama.
Memang, dalam Islam tamu itu bukan persoalan sederhana, tapi menjadi persoalan yang penting. Nabi SAW mengkaitkan masalah menghormati tamu ini dengan iman. Beliau pernah bersabda, “Barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menghormati tamunya.” Dengan kata lain, salah satu tanda kesempurnaan iman seseorang adalah menghormati tamunya, karena menghormati tamu merupakan salah satu cabang dari pohon iman. Apabila seorang muslim enggan menghormati tamunya, berarti ada salah satu cabang di pohon imannya yang tidak ada. Ini juga bisa diartikan iman seseorang tadi belum sempurna.
Oleh karena itu, mari membuka rumah kita lebar-lebar untuk para tamu. Adalah tidak baik untuk menutup diri dengan tidak mau menerima tamu. Anas bin Malik RA berkata, “Tiap-tiap rumah yang tidak pernah dimasuki tamu, rumah itu tidak akan dimasuki malaikat.” Ini senada dengan sabda Nabi SAW, “Tidak ada kebajikan bagi orang yang tidak (pernah) menjamu tamu.”