Ustadz DR Khalid Zeed Abdullah Basalamah atau yang lebih dikenal dengan nama Khalid Basalamah melontarkan ‘fatwa sesat’ melarang penggunakan kata “Sayyidina” untuk Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Menurut, doktor lulusan S1 universitas Islam Madinah dan pernah mengambil S3 di universitas Tun Abdul Razzak (Malaysia) itu menyatakan penggunaan kata “Sayyidina” berarti merendahkan derajat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam karena kata yang paling mulia menurutnya ialah Nabi dan Rasul.
“Ini (kata Sayyidina) kalau diucapkan kepada Nabi Saw menurunkan derajat Nabi Saw, karena kata yang lebih mulia, lebih tinggi adalah Nabi dan Rasul.”, kata pria kelahiran Makassar, 1 Mei 1975 tersebut.
Khalid Basalamah kemudian mengajak kepada umat Islam untuk meninggalkan penggunaan kata Sayyidina. “Kalau saran saya, dan kembali pendapat para ulama, lebih baik kata Sayyidina ditinggalkan dari Nabi Saw karena akan menurunkan derajat beliau Saw”, celotehnya lagi.
Fatwa menyimpang Khalid Basalamah itu dapat disaksikan melaui video berikut ini: http://dai.ly/x5eh5g6 atau http://bit.ly/fatwakhalidsayyidina1, dengan durasi sekitar 6 menit 7 detik disertai bantahan terhadap ustadz wahhabi salafi tersebut.
Lalu, apa yang dapat kita ambil pelajaran atas pernyataan Khalid Basalamah ini:
Pertama, Khalid Basalamah mengajak kembali kepada pendapat ulama. Ulama yang mana, ini patut dipertanyakan. Kalau Khalid boleh kembali ke pendapat ulama, yang lain tentu juga boleh.
Kedua, menurut Khalid, kata Sayyidina merendahkan dan menurunkan derajat Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Pernyataan Khalid adalah pernyataan sesat yang berasal dari kejahilannya.
Disini kita ketahui bahwa lulusan S1 Madinah itu tidak menjamin kualitas pengetahuan seseorang. Sehingga, jangan terpana dengan spanduk-spanduk kajian wahhabi salafi yang sering kali menggunakan nama “Lulusan Universitas di Madinah” atau “Lulusan Arab Saudi” atau “Penceramah tetap di Madinah”, atau lainnya. Semua itu kembali kepada kemampuan akal orang yang belajar.
Pernyataan Khalid Basalamah itu pun langsung dibantah oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang menggunakan kata “Sayyid” untuk Nabinya, sebagaimana terdapat didalam Quran Surat Ali Imran 3: 39,
فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللّٰهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَـى مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَسَيِّداً وَحَصُوْراً وَنَبِيّاً مِّنَ الصَّالِحِيْنَ
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi SAYYID {panutan), menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (Qur’an Surat Ali Imran: 39)
Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam juga menggunakan kata Sayyid, sebagaimana sabda beliau shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللّٰهِ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِلَحْمٍ فَرُفِعَ إِلَيْهِ الذِّرَاعُ وَكَانَتْ تُعْجِبُهُ فَنَهَشَ مِنْهَا نَهْشَةً ثُمَّ قَالَ أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهَلْ تَدْرُوْنَ مِمَّ ذَلِكَ يَجْمَعُ اللّٰهُ النَّاسَ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ يُسْمِعُهُمْ الدَّاعِيْ وَيَنْفُذُهُمْ الْبَصَرُ وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil, Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah, Telah mengabarkan kepada kami Abu Hayyan At Taimi dari Abu Zur’ah bin ‘Amru bin Jarir dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam diberi sepotong daging maka beliau pun mengangkat lengannya, dan beliau menyukai daging itu, hingga beliau menggigitnya. Setelah itu beliau bersabda: “Aku SAYYID (pemimpin) umat manusia kelak pada hari kiamat, tahukah kalian kenapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang, seorang penyeru akan menyeru mereka, pandangan menembus mereka dan matahari mendekat, duka dan kesusahan manusia sampai pada batas yang tidak mampu mereka pikul. (Hadits Riwayat Imam Bukhari)
Ketiga, benarkah para ulama tidak menggunakan kata Sayyidina ketika menyebut nama Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam?. Didalam video bantahan tersebut, ternyata para ulama di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha juga kerap kali menggunakan kata Sayyidina dalam berbagai kesempatan, misalnya ketika takbiran hari raya dan lainnya.
Gambar Meme: tampak bunyi redaksi shalawat Nabi menggunakan kata Sayyidina pada Abraj Al-Bait Tower Makkah Al-Mukarramah. Foto: Google Image. |
Sebagai tambahan, yang keempat, Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhu (sahabat) sudah biasa memakai kata Sayyidina di depan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Disebutkan didalam hadits yang dinilai shahih oleh ulama Wahhabi Nashiruddin Al-Albani:
(حديث ابن عمر: ” أنه كان إذا دعى ليزوج قال: الحمد لله وصلى الله على سيدنا محمد , إن فلانا يخطب إليكم فإن أنكحتموه فالحمد لله وإن رددتموه فسبحان الله ” (2/145) . * صحيح. أخرجه البيهقى (7/181)
Hadits Ibnu Umar bahwa jika beliau diundang untuk menikahkan, beliau berkata: “Segala puji milik Allah. Rahmat Allah semoga dihaturkan kepada Sayyidina Muhammad. Sungguh fulan melamar pada kalian. Jika kalian menikahkam maka alhamdulillah. Jika kalian menolak maka subhanallah” (Dikeluarkan oleh al-Baihaqi). Syaikh Albani: “SHAHIH” (Irwa’ al-Ghalil fi Takhrij Manar as-Sabil, 6/221)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Jika kalian mengucapkan shalawat kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam maka gunakanlah kata-kata yang baik. Karena kalian tidak tahu mungkin saja shalawat itu dihadapkan kepada beliau.”Para murid Ibnu Mas’ud lalu berkata, “Kalau begitu ajarilah kami kata-kata yang tepat untuk bershalawat.” Ibnu Mas’ud menjawab, “Katakanlah,
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ صَلَاتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ
‘Ya Allah, jadikanlah shalawat-Mu, rahmat-Mu dan keberkahan-Mu untuk SAYYID (penghulu) para Rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa dan penutup para nabi, Muhammad, hamba-Mu dan rasul-Mu, pemimpin kebaikan, panglima kebaikan, rasul pembawa rahmat,….” (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan dihasankan oleh Mundziri). Riwayat yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. oleh Ahmad bin Mani’ dalam musnadnya, dan dia menghukuminya sebagai hadis hasan dengan syawâhidnya (penguat-penguatnya).Ibnu Manshur
Diriwayatkan dari Sahl bin Hunaif rahiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Pada suatu hari kami melewati suatu aliran air. Saya lalu menceburkan diri ke dalamnya dan mandi di sana. Ketika selesai saya terkena demam. Keadaan saya itu lalu diceritakan kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam., maka beliau bersabda,
((مُرُوْا أَبَا ثَابِتٍ يَتَعَوَّذُ))، قُلْتُ: يَا سَيِّدِي وَالرُّقَى صَالِحَةٌ؟ قَالَ: ((لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ فِيْ نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ أَوْ لَدْغَةٍ))
“Suruhlah Abu Tsabit untuk berta’awudz.” Lalu saya bertanya kepada beliau, “Wahai Sayyidi, apakah ruqyah itu bermanfaat?” Beliau menjawab, “Tidak boleh melakukan ruqyah kecuali karena ‘ain, sengatan hewan beracun dan sengatan kalajengking.” (Hadits Riwayat Ahmad dan Hakim. Hakim berkata, “Sanadnya shahih.”).
Penggunaan kata Sayyid tidak hanya digunakan oleh para sahabat untuk memanggil nama Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Para sahabat Nabi juga menggunakan kata Sayyid kepada para ahlul bait Nabi shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu bahwa dia berkata kepada Hasan bin Ali, “Wahai sayyidku.” Lalu seseorang bertanya padanya, “Kamu mengatakan, ‘Wahai sayyidku?’ Abu Hurairah menjawab, “Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam mengatakan bahwa dia adalah sayyid.” (Hadits Riwayat Nasa`i dalam ‘Amal al-Yaum wal-Lailah).
Mufti Agung Syaikh Ali Jum’ah Muhammad sebagaimana dilansir Lembaga Fatwa Mesir Dar al Ifta’ al Misriyah dalam fatwanya mengatakan,
“Penyebutan-penyebutan (red. Sayyid) ini dengan tanpa adanya pengingkaran dari para sahabat yang lain menjadi ijmak sukuti. Dan ijmak sukuti itu adalah salah satu dalil syara’, sebagaimana dijelaskan dalam ilmu Ushul Fikih. Sejak zaman dahulu, umat Islam telah terbiasa memberi gelar sayyid kepada para keluarga Nabi shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam (ahlul bait) yang berasal dari keturunan Hasan dan Husein a.s.. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Sesuatu yang menurut kaum muslimin adalah perbuatan baik, maka menurut Allah itu adalah baik. Dan sesuatu yang menurut kaum muslimin adalah perbuatan jelek, maka menurut Allah itu adalah jelek.” (Hadits Riwayat Ahmad).Dengan demikian, penyebutan kata sayyid kepada para ahlul bait dan para wali Allah adalah perbuatan yang disyariatkan, bahkan dianjurkan karena mengandung sikap sopan santun, penghormatan dan pemuliaan terhadap mereka. Nabi shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam pernah bersabda,لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih kecil serta mengetahui hak ulama.” (Hadits Riwayat Ahmad dan Hakim serta dia shahihkan dari Ubadah bin Shamit radhiyallohu ‘anhu).”
Dan sekarang mari kita simak dan dengarkan jawaban Sayyidil Habib Novel bin Muhammad Alaydrus (Pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Surakarta) kepada Ustadz-Ustadz seperti Khalid Basalamah:
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.