by Syamsul Hari
Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid pernah mengisahkan perjalanan hajinya bersama muridnya, mantan menteri luar negeri Adam Malik. Perjalanan itu berlangsung pada tahun 1387 H dan sangat berkesan bagi Habib Sholeh beserta rombongan. Berikut kisahnya:
Ketika hendak pergi ke Madinah untuk menziarahi Baginda Nabi SAW, aku (Habib Sholeh) menghubungi menteri luar negeri Kerajaan Arab Saudi, Sayid Umar as-Segaf. Aku kabarkan bahwa aku tengah menuju Madinah bersama menteri luar negeri Indonesia dan rombongan. Aku meminta waktu khusus untuk ziarah dan Sayid umar mengabulkan permintaanku. Ia berjanji akan memberikan waktu khusus dengan mengosongkan masjid Nabawiy pada jam sepuluh malam.
Aku tiba di masjid Nabawiy tepat pada waktu yang dijanjikan. Bersama kami ada empat belas orang yang di antaranya adalah para menteri luar negeri dari berbagai negara, salah satunya dari Sudan. Kami berziarah ke pusara Baginda Nabi SAW dalam suasana yang khusyuk dan tenang. Setelah ziarah selesai, kami melaksanakan shalat Isyak kemudian menginap di hotel yang telah disediakan.
Pagi harinya aku (Habib Sholeh) berbincang santai bersama sejumlah orang, di antaranya adalah Haji Abdullah Syafii dan Haji Darwis. Kami menceritakan pengalaman ziarah pada hari sebelumnya yang diliputi dengan ketenangan, cahaya dan asrar (rahasia). Dalam ziarah itu kami bertawasul kepada Baginda Nabi SAW lalu mendoakan rakyat Indonesia dan presiden Suharto secara khusus.
Di tengah perbincangan, tiba-tiba muncul seorang lelaki yang berseru kepada salah seorang penghuni hotel, “Untuk apa berziarah? Untuk apa tawasul? Itu adalah perbuatan syirik!” Lelaki itu kemudian mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati.
Aku langsung bangkit dari tempat duduk. Aku mengambil sandal dan kulemparkan ke wajahnya. Lelaki itu berkelit dan sandal tadi tidak mengenainya. Aku berseru kepada pelayan hotel, “Ambilkan pisau! Aku mau menyembelih orang itu. Ia adalah syetan najis yang melecehkan Baginda Rasul SAW. Aku rela mati di sini demi membela kakekku, Muhammad bin Abdillah SAW.”
Haji Abdullah Syafii dan Haji Darwis langsung berdiri begitu melihatku betul-betul marah. Mereka berusaha menahan dan menenangkan diriku. Mereka kemudian membujukku agar masuk ke kamar hotel. Aku berkata kepada mereka, “Orang itu takkan bisa menunaikan haji dan wukuf di Arafah!”
(Seusai insiden di hotel) Lelaki tadi melaksanakan thawaf umrah. Kebetulan di sampingnya ada seorang perempuan Habasyah yang tinggi besar dan terlihat kuat. Lelaki itu iseng menyentuh payudara si perempuan dengan sikutnya. Kontan si perempuan Habasyah marah dan memaki lelaki yang bertubuh kecil itu, “Di tempat (mulia) seperti ini kamu kok sempatnya berbuat demikian?”
Perempuan Habasyah tadi lalu menjambak rambut lelaki itu dan mengayun-ayunkan kepalanya. Ia menghajar lelaki itu habis-habisan sampai berdarah-darah. Gigi-gigi lelaki itu terlepas dan pakaian ihramnya dipenuhi darah. Beruntung petugas keamanan segera menyelamatkannya dan membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Setelah itu si perempuan Habasyah memberitahukan suami dan saudaranya perihal pelecehan yang dialaminya. Mereka lantas kompak mendatangi lelaki tadi ke Rumah Sakit untuk menghabisinya. Petugas keamanan dan pegawai rumah sakit bersama-sama mencegah keluarga perempuan Habasyah tadi masuk Rumah Sakit. Mereka memindahkan lelaki itu ke tempat lain agar tidak dapat ditemukan keluarga perempuan Habasyah ini.
Pada akhirnya pemerintah Arab Saudi mendeportasi lelaki itu ke negara asalnya. Ia pun tak jadi melaksanakan haji dan wukuf di Arafat. Semoga kita dilindungi Allah SWT dari hal-hal buruk seperti ini.