Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya tentang tata cara ziarah kubur. Salah satu buktinya, ketika di depan Siib, lokasi dekat makam Uhud, Nabi mengucapkan, assalamualaikum bima shabartum fanikma uqbaddar.
Ucapan tersebut secara logika menunjukkan bahwa arwah yang berada di alam kubur itu mendengarkan apa yang disampaikan zairin (peziarah). Kalau tidak mendengar buat apa mengucapkan salam?
Sehingga sebagaimana tuntunan Islam, kita dianjurkan kepada yang telah mendahului (meninggal) agar senantiasa didoakan dengan bacaan Alquran serta dzikir. Sebab orang yang sudah meninggal sangat mengharapkan kiriman doa dari orang yang masih hidup.
Mendoakan orang yang sudah meninggal terhitung sebagai pahala. Dalam hal itu dua imam besar beda pendapat. Jika Imam Hanbali yang memperoleh ganjaran si mayit tetapi yang mendoakan akan mendapatkan pahala sebagaimana yang diperoleh mayit.
“Menurut Imam Syafii yang memperoleh ganjaran yang mendoakan tetapi yang didoakan juga memperoleh pahala sebagaimana yang mendoakan.”
Adapun mengenai tradisi "Haul" tentu masih merupakan bagian dari sunnah rasul. Sunnah rasul itukan mencakup tiga aspek: aqwalunnabi (ucapan nabi), af’alun nabi (perbuatan nabi) dan taqriratun nabi (ketetapan nabi).
Konteks ini, haul merupakan af’alun nabi (perbuatan nabi). Sebab rutinitas tahunan itu dikerjakan oleh Nabi sendiri. Nabi seru para Shahabat menyempatkan diri untuk menziarahi para sahabat yang turut serta dalam perang Uhud berjumlah 70 termasuk kepada sahabat Hamzah.
Meski untuk menuju ke makam ditempuh Nabi sekira 6 km dengan onta, namun beliau setiap tahun selalu menyempatkan waktu untuk berziarah.
“Dengan ziarah, haul berarti kita telah ikut Rasul. Apa yang kita lakukan ini tidak tanpa dalil tetapi ada dasar dan tata caranya juga”.