Hallo, kenalkan.
Aku adalah anak guru.
Kata orang, ayah ibuku hebat.
Kata Allah yang kudengar dari guruku, "Guru itu mulia. Balasannya syurga karena memberikan ilmu pada anak didiknya."
Oh Allah
Benarkah begitu?
Bolehkah aku menangis?
Bolehkah aku marah?
Ayah ibuku setiap hari tidak ada waktu untukku.
Subuh mereka berangkat kerja ke sekolah. Sore menjelang malam mereka pulang dengan wajah lelah.
Di malam hari,
Aku dibiarkan menonton TV sedang mereka sibuk dengan laptop dan kertas-kertas.
Aku kesepian Yaa Allah.
Aku sendirian Yaa Allah.
Mengapa aku dilahirkan dari ayah dan ibu seorang guru?
Kakekku bilang, kalo kakek dulu juga seorang guru. Mengajar di sekolah dari jam 8 cuma sampai jam 12. Sisanya makan siang di rumah dan bermain bersama nenek dan ayahku. Sedangkan ibuku guru yang mengajar di salah satu Madrasah Populer, pergi dari rumah pukul 7 dan baru tiba kembali kerumah ketika ashar berkumandang.
Kakekku dengan sangat bangga bercerita bahwa beliau sangat di hormati di kampungnya. Hampir semua muridnya yang kini sukses, mengingat jasanya.
Aku sedih Yaa Allah..
Aku ingat bagaimana ayah dan ibuku memperlihatkan masa ketika aku di dalam kandungan ibu, juga masa setalah dilahirkan.
Ketika di perut ibu, aku diajak ayah dan ibu pergi ke studio foto. Lantas kebahagiaan itu pun dipajang di sosial media.
Juga saat aku baru lahir, fotoku ikut meramaikan beranda. Setiap fase, ketika aku sudah mulai bisa merangkak, saat aku sudah bisa berdiri.
Saat itu juga ayah ibu memotretku lalu dipajang di akun mereka.
Jujur, aku senang. Juga sekaligus sedih sekali.
Karena yang mengajariku merangkak, berjalan, memegang benda, dan mengajakku berbicara. Bukanlah ayah dan ibuku, tapi pembantu yang ditugasi mengurusku atau nenek yang lebih sering berada di dekatku.
Ibu saat itu sering di kantor. Ayah bahkan jarang sekali berada di sisiku.
Justru saat mereka pulang dari kantor, ayah ibu asyik dengan HP mereka. Saat aku makan disuapi ibu, ayah merekam lalu share di sosmed seolah-olah aku disuapi setiap hari 😢😢
Aku paham. Masa kecilku sangat berharga bagi ayah dan ibu. Berharga untuk mereka foto bukan berharga waktu untuk bisa bersamaku 😢😢
Kadang,
Sering,
Bahkan selalu,
Kudengar ayah dan ibu bertengkar. Tidak saling sapa. Mukanya cemberut. Hanya karena ayah ingin dimasakin, tapi ibu tidak ada waktu. Atau saat ibu ingin berkunjung ke rumah nenek, tapi ayah tidak ada waktu.
Aku pusing Yaa Allah.
Aku sedih.
Aku sendirian.
Saat 17 Agustus,
Ayah dan ibuku merayakan di sekolah mereka. Aku merayakan di sekolahku.
Saat hari raya Idul Adha dan Idul Fitri. Ayah dan Ibu memotong sapi di sekolah mereka. Sedangkan aku ditinggal di tempat nenek.
Saat maulid Nabi, aku libur sekolah.
Tapi ayah dan ibuku lagi-lagi merayakan maulid Nabi di sekolah mereka.
Aku mau bertanya.
Memangnya Allah menyuruh ayah dan ibuku kehabisan waktu untukku?
Atau..
Rasulullah mencontohkan agar wajib jadi guru yang kehabisan waktu?
Tapi kok beda sama yang diceritakan guruku, katanya, "Rasulullah itu sering menerima tamu, selalu sholat jamaah di masjid, bercanda dengan keluarganya, mengajak jalan-jalan keluarga, juga berdagang dan memberikan fatwa."
Ataukah...
Aku ini hanya anak pungut yang haknya tidak lebih dari murid-murid ayah dan ibuku? Mereka diajarkan seharian, sedangkan aku? Cuma dikasih ponsel, buku atau TV semaleman. Aku iri Yaa Allah.
Sering aku mengeluh, tapi kata Ayah, "Ayah ingin meniru Rasulullah."
Bohoong!!!!! Ayah bahkan tidak pernah mengajakku jalan-jalan. Ayah bahkan jarang mengajariku membaca Al-Quran.
Aku juga bertanya pada Ibu, lalu ibu menjawab, "Ini demi masa depan kamu, sayang!!"
Bohooong!!! Aku tidak terima masa kecilku diabaikan! Toh, aku tidak tahu apa itu masa depan. Aku butuh masa sekarang.
Aku kesal..
Aku marah..
Dan untukmu..
Ayah.. Ibu..
Jika nanti aku mati
Aku ingin ayah dan ibu jangan ikut menguburkanku.
Cukup ayah dan ibu pergi ke sekolah dan katakan pada kepala sekolah seperti ini
"Kepala Sekolah, mengapa kau merampas waktu anakku bersamaku? Mengapa kau berusaha menyelamatkan anak-anak didik ketimbang anakku? Mengapa kau menyuruhku memikirkan anak didik melebihi anakku? Mengapa kau tak membiarkan aku menghabiskan sisa hidup bersama keluargaku?"
Yaa Allah..
Aku ingin menjadi anak petani saja. Agar aku bisa melihat mereka di sawah dari kejauhan dan aku bisa makan siang bersama mereka setiap hari. 😊😊
Inilah impianku.
Bagiku, petani nggak kalah mulia dari seorang guru. Apalagi kalo ayahku ibu petani yang hebat mengajarkan mengaji 😊😊
=================