Penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang-Diklat Kemenag menemukan bahwa pendidikan diniyah formal (PDF) masih sepi peminat. Temuan penelitian ini melihat bahwa sosialisasi keberadaan PDF masih harus digencarkan.
“Sosialisasi PDF masih belum optimal, sehingga di daerah basis pesantren non salafiyah, jumlah siswa per rombel tidak terpenuhi,” ujar koordinator peneliti Muhamad Murtadlo dalam Seminar Hasil Penelitian terkait evaluasi penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) yang berlangsung di Bintaro, Rabu (07/08) pekan lalu.
“Ijazah PDF juga belum diterima di banyak PT, meski ada satu alumni PDF Al-Masturiyah Sukabumi yang diterima di UPI Bandung,” lanjutnya.
Menurut Murtadlo, kualifikasi tenaga pendidik dan kependididikan di PDF juga perlu ditingkatkan. Apalagi, temuan penelitian mengkonfirmasi bahwa pendidikan diniyah formal mampu menyiapkan row input bagi Ma’had Aly yang dikembangkan di pesantren.
“Kehadiran PDF ini di beberapa tempat mampu mengembalikan pesantren yang sudah terlanjur menjadi penyelenggara pendidikan umum sehingga kualitas tafaquh fiddin menurun, menjadi diingatkan kembali untuk menjaga khittah pesantren untuk menekuni kembali pembelajaran bersumber kitab kuning dan turost,” tuturnya.
Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal saat ini memasuki tahun keempat. Satuan pendidikan ini lahir berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 13 Tahun 2014. PMA tersebut merekognisi tradisi penyelenggaraan pendidikan tafaquh fiddin di Pesantren. Santri lulusan pendidikan diniyah formal kini dapat melanjutkan pendidikan tidak hanya pada PDF lanjutan, namun juga pada pendidikan umum lainnya.
Sebelumnya, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Amsal Bakhtiar, menyampaikan bahwa evaluasi penyelenggaraan PDF penting untuk mengetahui perkembangannya paska adanya pengakuan dari pemerintah. Kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan PDF perlu segera diketahui dan ditindaklanjuti untuk tercapainya cita-cita rekognisi PDF ini.
“Kita harus memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan jenis ini tidak terjebak kepada birokrasi pendidikan, dan pesantren mendapatkan impiannya untuk menghasilkan santri-santri yang berkualitas yang bisa mendapatkan akses untuk melanjutkan pendidikan baik dalam konteks pendidikan diniyah maupun ke pendidikan umum,” ujarnya.
Seminar yang berlangsung tiga hari, 7-9 Agustus 2019, ini diikuti dosen dari UIN Jakarta dan Universitas Islam Al Azhar, pengasuh pendidikan diniyah, serta pejabat Kemenag yang membidangi pesantren. Hadir sebagai pembahas, PLT Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Irhas Shobirin, Dosen Pendidikan UIN Jakarta Dr Abdul Kadir, dan Mantan Direktur Pesantren Nyai Hj. Faiqoh.
Kabid Litbang Pendidikan Keagamaan Husen Hasan Basri menyatakan, evaluasi ini hendak menghasilkan rekomendasi kebijakan yang pas bagi Kementerian Agama dalam memberi dorongan yang kuat terhadap kesuksesan PDF. Penelitian dilakukan terhadap 9 pesantren penyenggara PDF dari 14 PDF rintisan tahun 2015. PDF sasaran dipilih berdasarkan kriteris lembaga tersebut sudah menghasilkan lulusan.
“Kemenag perlu memberi keleluasaan kepada pengelola PDF untuk tampil maksimal dalam memajukan jenis lembaga pendidikan ini dan meminimalisir intervensi yang justru bisa mengkerdilkan PDF,” jelas Husen Hasan Basri.
Mantan Direktur Pesantren, Nyai Hj Faiqoh, justru mempersoalkan masih sedikitnya supporting penganggaran yang diberikan Kemenag kepada satuan penyelenggara PDF. Menurutnya, Kementerian Agama perlu melakukan terobosan-terobosan memajukan PDF yang selama ini susah dijangkau oleh para pengelola PDF seperti belum memenuhnya kualifikasi para pengajar PDF. “Kementerian Agama perlu memberikan diklat percepatan kepada para pengelola PDF ini,” tegas Ny Hj Faiqoh.