Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini merilis Buku Moderasi Beragama di Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama. Hadir, para tokoh agama, perwakilan kementerian/lembaga, ormas keagamaan, dan sejumlah pejabat eselon I dan II Kemenag.
Usai merilis, Menag lalu menyerahkan buku tersebut kepada perwakilan institusi/lembaga, perwakilan tokoh, serta Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan.
Menurut Menag, buku Moderasi Beragama ini mengandung tiga hal. Pertama, menjawab apa itu Moderasi Beragama. Kedua, menjelaskan pengalaman empirik bangsa Indonesia dalam melaksanakan prinsip Moderasi Beragama.
"Cara kita beragama yang moderat sesungguhnya bukankah hal yang baru di tengah masyarakat kita yang dikenal agamis," ujar Menag di Jakarta, Selasa (08/10).
Ketiga, menjelaskan bagaimana strategi penguatan sekaligus implementasi Moderasi Beragama. "Moderasi Bergama itu bukanlah Moderasi Agama. Moderat dalam hal ini adalah lawan dari ektrem. Moderat itu mengandung prinsip keseimbangan dan keadilan dengan tujuan agar tidak terjerumus pada ekstrimitas," ujar Menag.
"Moderasi Beragama tidak cukup dilakukan oleh Kementerian Agama namun harus menjadi gerakan semua kita," tutur Menag.
Penguatan moderasi beragama ini, dijelaskan Menag, dilakukan dengan tiga strategi utama. Pertama, sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat. "Dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024," tandas Menag.
Tolok Ukur
Menurut Menag, ada tiga hal yang menjadi tolok ukur moderasi beragama. Pertama, kembali pada inti pokok ajaran agama, yaitu nilai kemanusiaan. Setiap agama, inti pokok ajarannya mengajak untuk menghargai dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaan. "Bila ada ajaran agama yang bertolak belakang dengan inti ajaran pokok agama maka ini sudah berlebihan dan ekstrem," kata Menag.
Kedua, kesepakatan bersama. Manusia tetaplah memiliki keterbatasan. Itulah mengapa Tuhan menghadirkan keragaman, agar antara satu dengan yang lain saling menyempurnakan. Keragaman adalah kehendak Tuhan. Manusia yang beragam membutuhkan kesepakatan. Dalam ajaran Islam yang dikenal dengan ikatan yang begitu kokoh.
"Inti pokok ajaran agama bagaimana setiap kita tunduk dan taat terhadap kesepakatan bersama," ujar Menag.
Ketiga, lanjut Menag, ketertiban umum. Inti pokok ajaran agama, bagaimana manusia yang beragam latar belakang, bisa hidup bersama secara tertib. "Tujuan agama dihadirkan agar tercipta ketertiban umum di tengah kehidupan bersama yang beragam," kata Menag.
Usai dirilis, buku Moderasi Beragama langsung dibedah dengan tiga pembicara, yakni Komaruddin Hidayat, Adian Husaini dan Elga Sarapung. Selaku moderator Ulil Abshar Abdalla.