Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju. Pendiri startup GoJek tersebut dikenalkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Rabu (23/10/2019), bersama dengan jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Pria 35 tahun itu menjadi salah satu sosok yang mencolok di kabinet baru, sebab ia menjadi menteri termuda di kabinet ini. Hal ini sesuai dengan janji Presiden Jokowi yang mengatakan akan menarik menteri-menteri muda. "Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM yang siap kerja, siap berusaha, dan link and match antara pendidikan dan industri," pesan Presiden Jokowi ke Nadiem saat pengenalan nama menteri baru, Rabu pagi.
Selain karena sosoknya yang lekat dengan perusahaan startup GoJek, Nadiem (35) juga menjadi menteri termuda di kabinet ini. Nadiem memang dikenal sebagai pengusaha. Namun latar belakang keluarganya jauh dari ranah bisnis. Pria kelahiran Singapura, 4 April 1984 ini merupakan anak ketiga pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri.
Ayah Nadiem merupakan aktivis sekaligus pengacara yang ternama di tanah air. Ia menghabiskan masa sekolah dasar dan menengah pertama di Indonesia, lalu melanjutkan pendidikan menengah atas di Singapura. Lepas dari SMA, Nadiem melanjutkan pendidikan ke salah satu universitas Ivy League di Amerika Serikat.
Jenjang strata satu ia tempuh di Brown University jurusan Hubungan Internasional. Ia juga sempat ikut pertukaran pelajar di London School of Economics and Political Science di Inggris. Setelah menyabet gelar BA (Bachelor of Arts), Nadiem melanjutkan S2 ke almamater sang ayah, Harvard University hingga meraih gelar Master of Business Administration.
Dengan ijazahnya, Nadiem kembali ke Indonesia dan bekerja di perusahaan konsultan bertaraf internasional, McKinsey & Company di Jakarta.
Ia menghabiskan waktunya selama tiga tahun di perusahaan tersebut. Nadiem kemudian pindah ke Zalora Indonesia, sebagai Co-founder dan Managing Editor selama setahun. Kemudian Nadiem berpindah perusahaan ke KartuKu dan menjabat sebagai Chief Innovation Officer di perusahaan layanan pembayaran non-tunai itu pada 2013-2014.
Mendirikan Gojek Di tengah-tengah lompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain, pada tahun 2010 ia mulai mendirikan startup-nya sendiri yakni Go-jek yang kini menjadi PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa.
Gojek lahir dari kejelian insting bisnis Nadiem yang mengaku sering menggunakan ojek untuk ke kantor. Ia pun mencoba mengawinkan teknologi dan ojek menjadi inovasi baru.
Kehadiran Gojek sangat distruptif. Gojek menjadi alat transportasi umum "rasa baru" di Indonesia dan cepat menarik perhatian masyarakat karena kemudahan akses yang ditawarkan.
Transportasi ini disambut baik dan berkembang hingga hari ini meski sempat beberapa mengundang kontroversi, terutama dari pekerja ojek konvensional. Baca juga: Go-Jek, Antar Ular Piton dan Bule "Ngojek" Jakarta-Bali Saat ini, Gojek berkembang pesat dan menjadi decacorn pertama di Indonesia sebagai startup dengan valuasi lebih dari 10 miliar dollar AS.
Bahkan, layanan Gojek tidak hanya beredar di Indonesia. Gojek telah melakukan ekspansi ke sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, Singapura, dan Thailand. Kedekatan dengan Presiden Jokowi Nadiem beberapa kali mengundang Presiden Jokowi ke acara Gojek. Saat peluncuran Go-Viet-nama layanan Gojek di Vietnam- misalnya, Presiden Jokowi bahkan hadir langsung bersama dengan sejumlah menteri.
Ia juga pernah mendampingi RI 1 ke Silicon Valley, AS bulan Oktober 2015 lalu. Namun Nadiem tidak sendiri, ia menemani Jokowi bersama pentolan startup lokal lain yakni Wiliam Tanudjaya, pendiri Tokopedia, pendiri Traveloka Ferry Unardi, dan pendiri Kaskus Andrew Darwis. Kala itu, Nadiem beralasan bahwa keikutsertaannya adalah ingin mempromosikan Indonesia kepada investor global.
"Kami ingin beri tahu bahwa Indonesia adalah pasar potensial untuk investasi startup, bukan cuma India dan China," kata Nadiem kala itu. Kini Nadiem tak hanya jadi "juragan" Gojek. Ia resmi menjabat sebagai Mendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Dengan jabatan eksekutif ini, Nadiem bertanggung jawab untuk membantu meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
"Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM yang menyiapkan SDM siap kerja, siap usaha yang link and match antara pendidikan dan industri ada di wilayah Mas Nadiem," ucap Jokowi saat memperkenalkan Nadiem sebagai Mendikbud.
Nadiem Makarim
Nadiem Anwar Makarim (lahir di Singapura, 4 Juli 1984; umur 35 tahun)[2] adalah seorang pengusaha Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi Indonesia. Dia merupakan pendiri Go-Jek, sebuah perusahaan transportasi dan penyedia jasa berbasis daring yang beroperasi di Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara seperti Singapura, Vietnam dan Thailand.Daftar isi
Latar belakang
Nadiem Anwar Makarim adalah putra dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Ayahnya adalah seorang aktivis dan pengacara terkemuka yang berketurunan Minang-Arab. Sedangkan ibunya merupakan penulis lepas, putri dari Hamid Algadri, salah seorang perintis kemerdekaan Indonesia.[4]
Pendidikan
Nadiem menjalani proses pendidikan dasar hingga SLTA berpindah-pindah dari Jakarta ke Singapura. Sehabis menyelesaikan pendidikan SMA-nya di Singapura, pada tahun 2002 ia mengambil jurusan Hubungan Internasional di Brown University, Amerika Serikat.[5] Nadiem sempat mengikuti pertukaran pelajar di London School of Economics.[6] Setelah memperoleh gelar sarjana pada tahun 2006, tiga tahun kemudian ia mengambil pasca-sarjana dan meraih gelar Master of Business Administration di Harvard Business School.[7]
Karier dan Bisnis
Pada tahun 2006, Nadiem memulai kariernya sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company. Setelah memperoleh gelar MBA, ia terjun sebagai pengusaha dengan mendirikan Zalora Indonesia. Di perusahaan tersebut ia juga menjabat sebagai Managing Editor. Setelah keluar dari Zalora, ia kemudian menjabat sebagai Chief Innovation Officer (CIO) Kartuku, sebelum akhirnya fokus mengembangkan Go-Jek yang telah ia rintis sejak tahun 2011.[8][9] Saat ini Go-Jek merupakan perusahaan rintisan terbesar di Indonesia. Pada bulan Agustus 2016, perusahaan ini memperoleh pendanaan sebesar USD 550 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun dari konsorsium yang terdiri dari KKR, Sequoia Capital, Capital Group, Rakuten Ventures, NSI Ventures, Northstar Group, DST Global, Farallon Capital Management, Warburg Pincus, dan Formation Group.[10]
McKinsey & Co (2006-2009)
Sekembalinya dari Harvard dengan gelar MBA, Nadiem memutuskan untuk pulang ke tanah air dan bekerja di McKinsey & Co. Nadiem menjadi konsultan McKinsey selama 3 tahun.[11]
Zalora Indonesia (2011-2012)
Nadiem menjadi Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia pada tahun 2011. Pada 2012, Nadiem memutuskan keluar dari Zalora untuk membangun startup sendiri, termasuk Gojek yang pada waktu itu memiliki 15 karyawan dan 450 mitra driver. Dia mengaku telah belajar cukup banyak di Zalora, yang merupakan tujuan utamanya ketika menerima pekerjaan di perusahaan itu. Di Zalora, Nadiem memiliki kesempatan membangun mega startup dan bekerja dengan sejumlah talenta terbaik di kawasan Asia.[12]
Kartuku (2013-2014)
Sambil mengembangkan Gojek, Nadiem juga menjadi Chief Innovation Officer Kartuku setelah keluar dari Zalora[13]. Saat awal berdiri, Kartuku tidak ada kompetitor dalam sistem pembayaran non-tunai di Indonesia.[12] Kartuku kemudian diakuisisi Gojek untuk memperkuat GoPay.[14]
Gojek (2010-2019)
Nadiem mendirikan Gojek pada 2010 dan kini Gojek sudah menjadi salah satu dari 19 decacorn di dunia, dengan valuasi Gojek mencapai USD 10 miliar.[15] Gojek pertama kali berdiri sebagai call centre, menawarkan hanya pengiriman barang dan layanan ride-hailing dengan sepeda motor. Sekarang, Gojek telah bertransformasi menjadi super app, menyediakan lebih dari 20 layanan, mulai dari transportasi, pengantaran makanan, kebutuhan sehari-hari, pijat, bersih-bersih rumah, logistik hingga platform pembayaran digital yang dikenal dengan GoPay.[16] Karier bisnis Nadiem Makarim di Gojek membawanya masuk dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia.[17] Nadiem Makarim diperkirakan memiliki nilai kekayaan mencapai US$100 juta.[17]
Kabinet Indonesia Maju (2019-sekarang)
Pada 22 Oktober 2019, Nadiem dipanggil secara resmi menyatakan bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai CEO Gojek setelah pagi harinya dipanggil oleh Presiden Joko Widodo ke istana negara. Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan kabinet menterinya dengan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi.[18]
Penghargaan
- Pada tahun 2016, Nadiem menerima penghargaan The Straits Times Asian of the Year, dan merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tersebut sejak pertama kali didirikan pada tahun 2012. Penghargaan Asian of the Year diberikan kepada individu atau kelompok yang secara signifikan berkontribusi pada meningkatkan kesejahteraan orang di negara mereka atau Asia pada umumnya. Beberapa penerima sebelumnya termasuk pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Myanmar Thein Sein. Penghargaan tersebut datang karena perusahaan berfokus pada peningkatan kesejahteraan sektor informal. Pada saat yang sama, ini dapat membantu menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia dengan mengubah pasar dan model bisnis tradisional.
- Nadiem masuk dalam daftar Bloomberg 50 versi 2018. Bloomberg menilai tidak ada aplikasi lain yang telah mengubah kehidupan di Indonesia dengan cepat dan mendalam seperti Gojek. Aplikasi Gojek diluncurkan pada 2015 dengan fokus pada pemesanan ojek, dan kemudian berkembang menjadi aplikasi untuk membayar tagihan, memesan makanan, hingga membersihkan rumah[19] "The Bloomberg 50" berisi sosok-sosok ternama dalam bidang bisnis, hiburan, keuangan, politik, hingga ilmu pengetahuan dan teknologi. Sepak terjang Nadiem yang kini mengembangkan Gojek ke Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam membuat Bloomberg menyandingkan namanya dengan presiden Mexico Andres Manuel Lopez Obrador, pendiri Spotify Daniel Ek, pop star Taylor Swift dan grup idol Kpop BTS[20].
- Pada Mei 2019, Nadiem menjadi tokoh termuda se-Asia yang menerima penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24 untuk Inovasi Ekonomi dan Bisnis. Penghargaan diberikan kepada individu atau organisasi yang berkontribusi bagi pengembangan kawasan Asia dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Asia. Nadiem menggandakan hadiah yang diterima menjadi Rp 860 juta untuk donasi pendidikan anak mitra pengemudi Gojek. Penghargaan ini berkaitan dengan kontribusi Gojek dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, memudahkan keseharian pengguna hingga meningkatkan pendapatan mitranya[21]. Gojek berkontribusi 55 Triliun terhadap perekonomian Indonesia, dengan penghasilan rata-rata mitra Go-Ride dan Go-Car naik 45% dan 42% setelah bergabung dengan Gojek, dan volume transaksi UMKM Kuliner naik 3.5 kali lipat semenjak menjadi mitra GoFood.[22]
- Pada tahun 2017, Gojek masuk dalam Fortune’s Top 50 Companies That Changed The World, dan mendapatkan peringkat 17[23]. Pada tahun 2019, Gojek kembali menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk ke daftar Fortune’s 50, dan naik ke peringkat 11 dari 52 perusahaan kelas dunia.[24]
Organisasi Internasional
Bersama dengan Melinda Gates dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, Nadiem menjabat sebagai salah satu komisaris Pathways for Prosperity for Technology and Inclusive Development yang fokus membantu negara-negara berkembang untuk beradaptasi dengan berbagai inovasi baru dunia digital yang mengubah budaya bekerja.
Nadiem Makarim di World Economic Forum | |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ke-29 | |
---|---|
Mulai menjabat 23 Oktober 2019 | |
Presiden | Joko Widodo |
Wakil Presiden | Ma'ruf Amin |
Pendahulu | Muhadjir Effendy |
CEO Gojek | |
Masa jabatan 13 Oktober 2010 – 22 Oktober 2019 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Nadiem Anwar Makarim 4 Juli 1984 Singapura |
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Non partisan |
Pasangan | Franka Franklin[1] |
Alma mater | Harvard Business School, Amerika Serikat Brown University, Amerika Serikat |