Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memaparkan lima arahan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
Menurut dia, jika SDM tidak memiliki karakter yang kuat, maka akan tergerus dengan informasi yang tidak benar. "Sehingga ini bisa memojokkan pemikiran. Setiap pemuda, kita harus berpikir independen," kata Nadiem dalam Rapat Kerja Perdana Mendikbud dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen pada Rabu, 6 November 2019 .
Nadiem mengatakan, banyak perusahaan skala kecil dan besar mengeluhkan tak adanya sikap profesionalisme dalam diri anak muda Indonesia. "Itu sebenarnya adalah karakter, apakah saya bangga dengan kemampuan saya, menghormati sesama pekerja atau atasan atas saya," katanya.
Dia menegaskan, pendidikan karakter penting untuk mendorong kultur profesional di Indonesia. Baginya, sebagai nomenklatur milenial, konsep pendidikan karakter sudah ada dan baik. Namun, Nadiem akan menerjemahkannya ke konten yang mudah dimengerti.
"Ini tidak bisa hanya dengan membaca buku, tapi harus berbentuk kegiatan yang langsung ke masyarakat. Agar bisa mengerti apa itu moralitas, apa itu civil society, dengan contoh nyata dan bukan filosofis," tutur Nadiem.
"Sering dibilang hal yang tidak ada hubungannya bagi murid. Banyak dari pemerintahan yang ingin meningkatkan mutu, ada aturan tapi apakah itu semua diperlukan atau berguna untuk pembelajaran murid?" kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, perubahan yang dikehendaki Presiden Jokowi itu masih perlu melalui berbagai macam kajian. "Dia menginginkan penyederhanaan, jumlah buku dan konten sangat banyak dan pertanyaannya, apakah banyak ya konten? Atau pembelajaran kompentensi yang terpenting?" katanya.
Pada aspek debirokratisasi kelembagaan, Nadiem mengatakan mendengar keluhan mengenai lembaga instansi pemerintahan yang terlalu banyak.
Ketiga, aspek peningkatan investasi dan inovasi. Nadiem mengatakan, investasi memiliki dependensi dengan kualitas SDM. Menurut dia, banyak pelajaran, keterampilan serta kompetensi dalam pendidikan Indonesia yang tidak dibutuhkan di dunia pekerjaan, industri dan kewirausahaan.
Keempat, dalam aspek penciptaan lapangan kerja. Nadiem menyampaikan bahwa Kemdikbud harus menciptakan institusi yang tidak hanya menciptakan tenaga kerja, tapi juga yang bisa menciptakan lapangan kerja dan wirausahawan.
"Kita harus menciptakan lingkungan pola pembelajaran dimana soft skill tadi yang paling banyak dibutuhkan dan harus dilatih. Bukan konten yang penting tapi bagaimana caranya," kata Nadiem.
Menurut dia, Indonesia sedang dalam proses revitalisasi untuk semua pendidikan vokasi. Tingkat pengangguran SMK cukup tinggi, dan rapor dari industri masih jauh dari harapan. "Ini peran Kemendikbud untuk bisa meng-empower untuk berpartisipasi dalam pendidikan," katanya.
Nadiem menjelaskan, Presiden juga menyebutkan pentingnya investasi di pendidikan yang besar. Namun, kondisi regulasi yang ada kurang memadai untuk diminatinya investasi dan banyak halangan.
"Kenapa belum banyak sekolah luar negeri untuk masuk ke Indonesia? Ini harus dikaji lagi. Sekolah dari luar negeri itu bisa menjadi roll model, oh ini ada pembelajaran yang berbeda, oh ada konsep yang berbeda. Ini pentingnya," kata Nadiem.
"Jadi aspek kreativitas dan enterpreneurship ini nyambung. Kreativitas dan seni itu adalah jiwa enterprenership. Apapun yang ingin kita ciptakan itu harus dilatih dari kecil," lanjut Nadiem.
Kelima, dalam aspek pemberdayaan teknologi. Dia mengatakan saat ini banyak persepsi yang salah mengenai teknologi dan pendidikan. Apalagi ada yang menyebut pemilihan Nadiem sebagai Mendikbud akan mengganti semua sistem dengan aplikasi. "Saya cukup lucu dengan itu," katanya.
Nadiem menjelaskan, pendidikan adalah apa yang terjadi dalam dua ruang, yaitu di kelas murid dan guru, serta di rumah orang tua dan anak.
"Itu kuncinya. Teknologi tidak akan mungkin bisa menggantikan koneksi itu. Karena pemberlajaran terbaik itu adanya koneksi batin kuat dan bisa timbul rasa percaya," ujar Nadiem.
Dia menjelaskan, teknologi akan membantu apa yang terjadi di ruang didik untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan untuk menggantikan pendidikan. "Jadi teknologi itu untuk satu efesiensi, budget dan waktu, apapun yang sifatnya administratif dengan teknologi bisa memotong waktu dan anggaran," kata Nadiem.
Selain itu, keuntungan dari teknologi adalah transparansi. Hal ini dikarenakan kebijakan dan aturan itu harus berbasis data. Teknologi juga bisa memberikan fleksibilitas tanpa ada personalisasi dan segmentasi.
"Dengan teknologi semua bisa mendapatkan manfaat yang sama tapi mungkin konten yang berbeda. Teknologi juga membuka jalan customisasi. Teknologi punya peran sangat baik untuk memastikan 20 persen APBN yang bukan cuma send tapi delivered," ujar Nadiem.