(Berdasarkan kisah nyata)
"Dek mbok kamu tu pakai hijab gitu lo biar kliatan santun di liatnya."
"Nanti ah mas, aku tu belum dapet hidayah aja, yang penting kan sholat 5 waktu gak tinggal mas."
"Kan hijab itu kewajiban dek, emang kamu gak takut apa mas masuk neraka gara-gara kamu telanjang kepala gitu."
"Apa sih mas, dosa gak berhijab mah tetap aku yang nanggung nantinya, aku juga suka masih kepanasan, nanti pasti aku pakai kok mas."
"Yasudah lah dek kalo kamu maunya kayak gitu, mas gak akan menyerah ngingetin kamu buat menutup aurat sesuai syaria'at agama."
Begitu terus menerus setiap hari, aku selalu berdebat dengan mas Ardi. Setiap setelah sholat mas ardi selalu memujiku akan anggun dan cantik nya aku saat terbalut mukenah.
"Kamu cantik dek, kalo pakai mukenah"
"Ber'arti aku gak cantik kalo gak pakai mukenah? Iya?"
"Ya cantik to dek, maka dari itu mas gak rela kecantikan mu itu banyak di nikmati banyak laki-laki di luar sana"
"Alasan mas saja itu mah"
"Sungguh dek, bener demi Allah mas gak ridho kecantikan mu di nikmati banyak lelaki"
"Nanti mas nanti, nanti setelah hidayah itu datang pasti akai pakai hijab."
Sudah sering aku ber intonasi tinggi saat berbicara tentang ini dengan mas Ardi, sesungguhnya aku ingin sekali menurut dengan perintah mas ardi untuk berhijab, namun saja aku belum siap.
aku wanita karier yg bekerja di salah satu perusahaan suwasta terbesar di kota ini, pekerjaan yg super padat dan mengharuskan aku mondar-mandir ke sana ke mari mengurus berkas, dokumen hingga hal-hal lainya, membuatku mempertimbangkan keputusan ini.
Aku tak ingin berhijab hanya sesaat, aku tak mau berhijab hanya coba-coba atau mengikuti tren hijab kekinian, aku ingin berhijab saat aku benar-benar siap dan mantap.
Lagi-lagi mas Ardi mengajak ku berbicara, kali ini mas Ardi serius.
"Dek, aku denger di kantormu sudah banyak yg berhijab dan hal itu sudah legal?"
"Iya mas, iya, aku pusing kamu selalu bahas hijab hijab hijab terus, aku pusing"
"Astaghfirullah dek kamu....."
Kali ini mas Ardi berintonasi lebih tinggi dariku, segera aku meninggalkan nya pergi demi menghindari perkelahian.
Suatu malam dalam sujud, aku meminta kepada Allah agak membukakan pintu hatiku untuk berhijab, tak hentinya aku ber istighfar memohon ampun kepada Allah.
Sengaja tidak kubuka mukenah dan menuju cermin, kulihat wajah sembab ku di dalam cermin, aku menangis karna telah membantah perkataan mas Ardi.
Setelah sholat subuh, kusiapkan sarapan untuk kedua putri kembarku dan mas Ardi, khusus pagi ini aku memasak bihun goreng kesukaan mas Ardi dan telor dadar mentega kesukaan si kembar.
Setelah pulang dari masjid, mas Ardi membangunkan si kembar yg tertidur di mushola samping kamar tidurku, lalu kami sarapan bersama.
Kulihat wajah mas Ardi yang masih terlipat karna perkelahian kami semalam, mungkin mas Ardi mulai lelah.
Setalah si kembar di jemput mobil jemputan sekolah, aku bergegas ganti baju, mas Ardi memasukan laptop dan peralatan kerjanya.
"Dek, ayok udah siang ni"
"Sebentar mas, sebentar" teriakku dari dalam kamar.
"Cepat! mas keluarin motor dulu, hari ini kita naik motor ya, udah siang mas takut macet."
"Iya" aku masih berteriak dari dalam kamar
Mas Ardi memanaskan mesin motor kesayangannya, kulihat punggung mas Ardi yg sudah menggunakan jaket coklat kesayangannya.
"Ayok mas"
Mas Ardi menoleh ke arahku, kulihat wajah tercengangnya, ku lihat netranya berbinar dan bibirnya mengucap pujian Allah.
"Masya Allah laa haula waa laa quwwata illa billah."
Tak henti-hentinya mas Ardi memandangku, kudekati tubuh mas ardi dan meraih helem di tanganya.
"Sini mas pakaikan dek! adek cantik banget pakai hijab sampe mas tercengang, mas bahagia banget sayang"
"Aku juga seneng, kalo mas seneng, janji ya mas jangan brantem lagi, aku udah nurut perintah mas."
"Iya dek, tapi kamu iklas kan berhijab?"
"Insyaallah, pasti selalu siap mas, dan mulai detik ini aku mantap berhijab"
"Alhamdulillah, semoga istiqomah ya sayang"
"Aamiin"
"Pegangan yg erat mas mau ngebut hehe"
"Jangan ngebut mas, aku takut"
Mas Ardi tertawa cekikikan di atas motor, tangan kirinya meraih tanganku untuk memegang erat pinggangnya, kunikmati pagi ini dengan suka cita, terimakasih ya Allah atas berkah mu pagi ini.
Sesampainya di depan kantor, kucium tangan mas Ardi , mas Ardi memegangi kepalaku saat aku tertunduk mencium tangan nya.
"Mas ridho sayang"
"Makasih mas, aku masuk dulu"
Mas Ardi melaju berlahan meninggalkan halaman kantor, kulihat di balik kaca di dalam kantor, mas Ardiku , aku makin cinta dengan yang terjadi pagi ini.
Siang hari saat jam istirahat ku buka gawai dan terselip pesan chat dari suamiku
"Bidadariku, jangan lupa sholat, jangan lupa makan, nanti mas pulang agak telat, adek bisa kan pulang sendiri? Dan tolong masakin masakan yang enak buat kita makan malam nanti."
Ku balas chat nya hanya dengan emoticon love dan cium-cium karna aku terburu-buru menuju kantin menyusul teman-temanku yang sudah menunggu.
Sore harinya aku pulang, aku sengaja mampir ke supermarket dekat rumah, ku beli beberapa bahan masakan, sesampainya di rumah gadis kembarku sudah mandi dan menonton tv.
"Nak, ibu mau masak, siapa mau bantu ibu memasak?"
Keduanya berebut menunjuk tangan tanda semangat. Saat sedang sibuk memasak, gawaiku berdering hingga 5 panggilan tak terjawab.
Kubuka gawai dan ku lihat, ternyata mas Ari teman kantor suamiku, ku hubungi mas Ari dengan segera.
Tut.... Tut.... Tut...
"Halo"
"Assalamualaikum mas ari"
"Wa'alaikumsalam"
"Kenapa mas Ari kok menelfon? Maaf tadi aku lagi sibuk di dapur jadi gak denger"
"Gini mbk, mbk bisa dateng ke rumah sakit **** "
"Memang ada apa ya mas?"
"Gini, mas Ardi tadi jatuh dari motornya di depan kantor saat akan putar balik"
Deg jantungku hampir copot. Aku berpamitan dengan ke 2 putri kembarku, semua kompor kumatikan, ku wanti-wanti si kembar untuk tidak meneruskan masakanya.
Aku meraih hijab yang tadi ku pakai, ku ambil kunci mobil mas Ardi yg tergantung di samping lemari tv , ku lajukan mobil dengan kecepatan sedang.
Setalah sampai di rumah sakit, mbk Rina sepupu mas Ardi satu-satunya kerabat kami di kota ini menghampiriku dengan isak tangis, aku semakin kecut dan lemas.
"Knpa mbak? Kenpa? Mana mas Ardi?"
"Kamu yang tabah sari, suamimu sudah berpulang"
Dunia gelap......
Tersadar , Alhamdulillah cuma mimpi ternyata aku kelelahan bekerja dan aku tertidur gumamku.
Aku terbaring di kamarku, namun ku mendengar riuh dan tangis, aku lari keluar kamar, dan benar mas Ardi, mas Ardiku, mas Ardiku kenapa? Ku tanyai semua orang, ku suruh orang-orang membangunkannya.
Mbk Rina menenangkan ku.
"Ini barang Ardi sar, entah apa isinya coba kamu buka"
mbk Rina menyodorkan keresek putih yang berisikan sebuah kotak kado.
Kubuka kasar kertas kado itu, kulihat 4 helai hijab polos berwarna coklat,hitam, pic, dan ungu.
Tangisku pecah sekencang-kencangnya, kulihat masih ada kertas di dalamnya.
"Selamat hari pernikahan yang ke 12tahun dek, pagi ini kamu sudah kasih mas kejutan, mas bahagia sayang, tidak henti-hentinya mas memikirkan mu seharian ini, mas bahagia, mas sengaja belikan beberapa hijab untuk mu sayang, semoga kamu suka, tetep istiqommah sayang, karna kamu adalah cerminan ke dua buah hati kita"
"MAS ARDIIIIIIII"
teriakku sekencang-kencangnya...
Untuk terakhir kalinya ku lihat jasad mas Ardi, tidak ada sedikitpun luka di tubuhnya, mas Ardiku pergi meninggalkan ku, mas Ardi pergi tepat di tahun ke 12 pernikahan kami.
mas Ardiku sudah tenang, dia pergi dengan melihat keinginannya yang telah terwujud, mas Ardi maafkan segala kesalahan dan kekuranganku selama ini. Pesan mu tidak akan pernah ku lupakan.
Tunggu aku di sana mas, aku berjanji kita akan berkumpul di surga bersama gadis kembar kita.
NB ,cerita nyata dari salah satu sahabatku , jadi mbk sari (bukan nama asli) adalah teman sekantor sahabatku.
Oleh: Ayu Lestari