Cuk cuk bimbi
Bimbiku Nan Sarunai
Tacucuk takulibi
Muhanya angkaya panai
Bimbiku Nan Sarunai
Tacucuk takulibi
Muhanya angkaya panai
Begitulah nyanyian bocah-bocah Dayak dan Banjar dalam permainan Cuk Bimbi yang masih mengingatkan kita pada sebuah kerajaan besar purba yang pernah ada di Kalimantan yakni kerajaan Nan Sarunai. Kerajaan yang merupakan bagian awal dari rantai riwayat panjang Kesultanan Banjar.
Istilah Nan bisa diartikan sebagai 'lautan' atau dalam bahasa Melayu diartikan sebagai 'sesuatu yang'. Sedang istilah Sarunai dapat dimaknai sebagai Serunai alat musik tiup dari bambu seperti suling, namun pada ujungnya terdapat muara tiup seperti terompet. Bunyi alat musik ini terasa sangat merdu ketika gembala melepas lelah. Jika demikian, Nan Sarunai berarti lautan bunyi musik Sarunai. Kemungkinan lain, kata Sarunai berasal dari kata Sarun yang mendapat akhiran ai. Sarun juga alat musik yang biasanya terbuat dari kuningan, berbentuk potongan-potongan segi empat panjang, dengan ketebalan sekitar 3-4 cm dan panjang sekitar 20-40 cm. Alat ini dipukul dengan sejenis kayu atau sejenisnya, yang menerbitkan bunyi berirama ramai. Sarun akan selalu ada mengawani gamelan terutama pada Wayang Banjar. Jika demikian, bisa diartikan Nan Sarunai sebagai sesuatu yang diliputi oleh bunyi musik sarun. Bisa juga, kata Sarunai berasal dari kata Saru dan nai. Saru atau Seru adalah panggilan dan kata nai merupakan kata pengiring yang biasa diucapkan dalam dialek bahasa Banjar Hulu. Jika demikian, maka Sarunai adalah panggilan kepada tanah kelahiran suku Dayak Manyaan.
Nan Sarunai didirikan orang-orang Dayak Maanyan, salah satu sub suku Dayak tertua di Nusantara, khususnya di Kalimantan bagian tengah dan selatan. Menurut Yusliani Noor tokoh pendiri kerajaan ini adalah Nini Punyut yang wafat di Tamak Sapala sekitar Danau Panggang, Amuntai. Lalu dilanjutkan oleh Amah Jarang, Datu Telang Tuho, Maharaja Luwu dan Kesai Lawei. Apakah Nan Sarunai sudah layak disebut kerajaan atau belum memang masih menjadi perdebatan. Namun, yang jelas, pemerintahan di Nan Sarunai berlangsung sangat lama.
Orang Dayak Manyan dahulunya menghuni area bernama Sarunai yang terletak di sekitar daerah aliran sungai Tabalong. Di samping pengertian Sarunai yang sudah diuraikan di atas, Sarunai juga berarti termasyhur karena suku Dayak Manyaan pernah berlayar sampai ke Madagaskar dan bahkan sempai invasi ke daerah Jawa Barat.
Di Sarunai dahulu Orang Dayak Manyaan merupakan masyarakat homogin. Mereka menata kehidupan organisasinya dengan sangat harmonis sesuai dengan aturan adat-istiadat yang terdiri tidak saja hukum, tapi juga larangan-larangan yang dipatuhi secara murni, konsisten dan konsekwen sehingga kerajaan Nan Sarunai kaya-raya dan rakyatnya makmur-sejahtera.
Nan Sarunai diperkirakan, terletak di pertemuan Sungai Negara, Sungai Tabalong, dan Sungai Balangan yang bemuara di Laut Jawa. Daerah itu berjarak sekira 190 kilometer dari Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan sekarang ini . Tepatnya, ada yang mengatakan di Kelua, Murung Pudak, Tabalong dan Amuntai. Salah satu jejak arkeologis yang digunakan untuk melacak keberadaan Kerajaan Nan Sarunai adalah penelitian Vida Pervaya Rusianti Kusmartono dan Harry Widianto berjudul "Eskavasi Situs Candi Agung ditemukannya bangunan candi kuno di Amuntai. Candi ini dikenal dengan nama Candi Agung, yang dipercaya menjadi salah satu simbol eksisnya peradaban orang-orang Dayak Maanyan di Kalimantan. Penelitian “Ekskavasi Situs Candi Agung Kabupaten North Upper Coarse South Kalimantan", yang dimuat dalam jurnal Berita Penelitan Arkeologi edisi Februari 1998 menyebutkan, pengujian terhadap candi tersebut telah dilakukan pada tahun 1996.
Hasilnya sungguh mengejutkan. Pengujian terhadap sampel arang candi yang ditemukan di Amuntai itu menghasilkan kisaran angka tahun antara 242 hingga 226 Sebelum Masehi (hl 19-20). Apabila benar demikian, maka Kerajaan Nan Sarunai jauh lebih tua daripada kerajaan Kutai Martadipura abad ke-4 Masehi.
Eksistensi Kerajaan Nan Sarunai baru berakhir setelah datang pasukan Majapahit dari Jawa pada pertengahan abad ke-14 M. Nan Sarunai diruntuhkan, orang-orang Dayak Maanyan tercerai-berai.
Hanya saja, Hikayat Banjar, yang ditulis sepanjang 4.787 baris atau 120 halaman, tidak terlalu banyak mengulik tentang Kerajaan Nan Sarunai. Pembahasan terutama pada masa menjelang keruntuhannya.
Bab terkait Nan Sarunai dalam Hikayat Banjar menyerupai tradisi lisan, yakni nyanyian (wadian) yang ditransmisikan secara turun temurun. Dalam Struktur Birokrasi dan Sirkulasi Elite di Kerajaan Banjar pada Abad XIX (1994), M.Z. Arifin Anis menegaskan, Tradisi lisan Dayak Maanyan ini membawa kisah jika mereka sudah memiliki “negara suku” bernama Nan Sarunai
Boleh jadi istilah “negara suku” lebih tepat untuk menyebut tata pemerintahan di Nan Sarunai daripada istilah "kerajaan", karena keberadaan peradaban orang-orang Dayak Maanyan ini terkesan “tidak diakui” sebagai kerajaan tertua di Nusantara.
Alfani Daud (1997) memperkirakan bahwa terbentuknya pemerintahan Nan Sarunai pada masa prasejarah bermula dari bergabungnya beberapa komunitas adat Dayak Maanyan yang dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas (hlm. 2).
Hal ini didukung oleh Suriansyah Ideham dkk., (2003) yang menyebutkan bahwa ketika penataan organisasi dalam pemerintahan gabungan itu bisa dijalankan—meskipun masih sangat sederhana—terbentuklah sebuah negara suku yang dikenal sebagai Kerajaan Nan Sarunai.
Ditilik dari waktunya, pengelolaan “negara” di Nan Sarunai pada masa awal masih sangat sederhana, sehingga struktur pemerintahnya pun agak sulit ditemukan. Kekuasaan tertinggi sebagai kepala suku maupun kepala pemerintahan berada di tangan seorang “raja” yang memiliki kewenangan untuk mewariskan kekuasaannya (hlm. 16-17).
Kendati begitu, eksistensi Nan Sarunai sebagai “negara suku” atau “kerajaan tradisional” mampu bertahan hingga ribuan tahun. Nan Sarunai dianggap sudah tidak lagi menganut konsep pemerintahan “primitif” pada awal abad ke-12 M saat dipimpin raja bernama Raden Japutra Layar yang bertakhta sejak 1309.
Sepeninggal Raden Japutra Layar, roda pemerintahan di Kerajaan Nan Sarunai secara berturut-turut dilanjutkan oleh Raden Neno (1329-1349) kemudian Raden Anyan (1349-1358). Raden Anyan yang menyandang gelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas disebut-sebut sebagai raja terakhir Nan Sarunai. Dia mati terbunuh dalam peperangan bersama permaisuri (Ratu)-nya yang bergelar Dara Gangsa Tulen. Kemudian juga ada tokoh lain Pangun Raun Jatuh, Maraja Haji, Sangumang, Nalau, Ave, Silu, Gayuhan dan Supak Sang Kanak.
Keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai mulai terjadi pada masa-masa akhir pemerintahan Raden Anyan. Riset Sutopo Urip Bae yang dirujuk Abdul Rachman Patji dalam Etnisitas & Pandangan Hidup Komunitas Sukubangsa di Indonesia: Bunga Rampai Kedua Studi Etnisitas di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan (2010) menyebut bahwa kerajaan ini pernah diserang Majapahit pada 1358 (hlm. 58).
Atas perintah Hayam Wuruk, pasukan Majapahit pimpinan Tuan Pudayar menyerang Nan Sarunai hingga takluk. Oleh para seniman lokal, tragedi runtuhnya Nan Sarunai ini diungkapkan dalam puisi ratapan atau wadian dalam bahasa Maanyan yang disebut peristiwa “Usak Jawa” atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa” (Fridolin Ukur, Tanya Jawab Tentang Suku Dayak, 1977: 46).
Syair Usak Jawa (Kerajaan Nansarunai)
Nan Sarunai takam rome usak Jawa
Ngamang talam takam lulun unggah Gurun
Nan Sarunai takam galis kuta apui
Ngamang talam takam jarah sia tutung
Nan Sarunai takam wadik jari danau
Ngamang talam takam wandui janang luyu
Hang manguntur takam galis em’me angang
Kuda langun takam jarah mangalongkong
Suni sowong kala tumpuk tanan olun
Wayo wotak alang gumi Punei Lului
Batang Nyi’ai ka’i hawi tamurayo
Telang nyilu ne’o jaku taleng uan
Anak nanyo ka’i hawi nganyak kaleh
Bunsu lungai ne’o jaku ngisor runsa
Ngunu ngugah pasong teka watang tenga
Hamen bingkang kilit iwo pakun monok
Muru pitip Nan Sarunai ngunu hulet mengalungkung
Ngamang talam takam tantau nuruk nungkai
Hang manguntur takam kala harek jatuh
Kudalangun takam alang rakeh riwo
Hang manguntur takam kala buka payung
Kudalangun takam alang bangun tang’ngui
Jam’mu ahung takam kawan rum’ung rama
Luwai hewo padu ipah bawai wahai
Demikianlah sejarah kerajaan Nan Sarunai yang pada zamannya merupakan kerajaan besar yang terkenal kaya-raya dan makmur-sejahtera sehingga kerajaan Majapahit tergiur untuk menaklukkannya.