Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Katolik Prof Dr Nur Cholis yang beragama Islam oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mendapat pro dan kontra.
Salah satunya pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono. Suhendra mengaku tidak habis pikir dengan pertimbangan dan logika Menag Fachrul Razi.
"Dengan pertimbangan dan alasan apa pun, keputusan Menag sangat tidak bisa diterima akal sehat. Alasan administrasi, tapi mengabaikan sensitifitas kehidupan beragama. Itu langkah yang tidak bijak dan sembrono," ujar Suhendra di Jakarta, Minggu (9/2/2020).
Menurut Suhendra, keputusan yang diambil Menag itu berpotensi menuai respons negatif dari umat Katolik di Indonesia dan dunia internasional.
Keputusan yang gegabah itu ia nilai akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Keputusan ini seolah merendahkan keberadaan umat Katolik di Indonesia. Seakan-akan tidak ada umat Katolik yang pantas menduduki jabatan Plt Dirjen Bimas Katolik. Padahal saya yakin ada eselon di bawah Dirjen Bimas Katolik yang beragama Katolik yang bisa ditunjuk sebagai Plt," jelasnya.
Suhendra sangat menyayangkan keputusan Menag Fahrul Razi tersebut.
"Seharusnya seorang menteri yang merupakan pembantu Presiden membantu tugas Presiden menjalankan operasionalisasi kebijakan nasional, bukan sebaliknya menjadi beban bagi Presiden," terang Suhendra.
Pandangan Suhendra ini ternyata sejalan dengan berbagai tokoh masyarakat, di antaranya Prof Komarudin Hidayat.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) itu juga menyesalkan keputusan Menag.
Lebih lanjut Suhendra menyarankan agar Menteri Agama sesegera mungkin menganulir keputusannya dan menunjuk pejabat defenitif Dirjen Bimas Katolik yang beragama Katolik.
"Sebelum hal ini menjadi bola liar yang dapat merugikan citra Presiden Jokowi, sebaiknya Menag segera menunjuk pejabat tetap Dirjen Bimas Katolik yang tentu saja sosok beragama Katolik yang memenuhi syarat untuk jabatan itu," pintanya.
Ke depan Suhendra berpendapat penunjukan pejabat eselon I meskipun hanya Plt harus sepersetujuan Presiden.
Hal ini menurut Suhendra untuk menghindari "off side" seperti yang dialami Fachrul Razi.
"Pejabat negara setingkat menteri atau wakil menteri dalam mengambil keputusan, apalagi yang menyangkut isu keagamaan, seharusnya mempertimbangkan sensitifitas masyarakat. Jangan asal mengambil kebijakan yang akhirnya menimbulkan polemik dan gejolak seperti saat ini," saran Suhendra.
Suhendra meyakini apa yang dilakukan oleh Menag Fachrul Razi terkait penunjukan Plt Dirjen Bimas Katolik tanpa seizin dan sepengetahuan Presiden Jokowi.
Karena, menurutnya, bukan tipikal Presiden Jokowi membuat kebijakan yang menabrak sensitifitas keagamaan.