Mendikbud Nadiem Makarim menyampaikan pembelajaran tatap muka siswa di sekolah zona hijau sepenuhnya menjadi hak orangtua.
Selain kepala daerah dan kepala sekolah, orangtua juga punya hak untuk menentukan apakah memang sekolah tersebut sudah siap untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka kembali.
"Jadinya, sekolah-sekolah kalau mau membuka kembali pembelajaran tatap muka harus benar-benar meyakinkan semua orangtua bahwa protokol kesehatan di sekolahnya itu sudah sangat mapan," tegas Mendikbud Nadiem di Jakarta (11/7/2020).
Kemudian, apabila ada orangtua yang merasa tidak siap jika anaknya harus kembali bersekolah maka ia berhak untuk menolak dan anak tetap melanjutkan pembelajaran dari rumah.
"Jadi, kita benar-benar harus memegang prinsip kebebasan memilih. Karena ini kan mengenai kesehatan masing-masing," ujar Nadiem Makarim.
"Menurut kami, prinsip dasar itu adalah haknya orangtua,” kata Mendikbud kembali menegaskan.
Tatap muka bertahap
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim dalam wawancara telekonferensi menyebutkan bahwa terdapat beberapa kabupaten/kota yang merupakan zona hijau menurut Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional.
Dengan demikian dimungkinkan memulai pembelajaran tatap muka dengan persyaratan protokol kesehatan ketat.
Kendati demikian, proses pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap mulai dari jenjang yang lebih tinggi, yakni dimulai dari jenjang SMP dan SMA/SMK terlebih dahulu.
Saat ini, Kemendikbud sedang melakukan monitoring untuk memeriksa kesiapan beberapa wilayah zona hijau yang akan menerapkan pembelajaran tatap muka kembali.
“Jadi harapan kami adalah pemda dan kepala dinas itu bisa benar-benar mendukung proses ini, dan tentunya Kemendikbud di sini siap mendukung dan salah satu caranya adalah tentunya sumber dayanya kita jadikan fleksibel," ujar Mendikbud.
Mengenai efektivitas pelaksanaan PJJ selama masa pandemi, diakui Mendikbud sangat variatif. Terdapat beberapa daerah yang dinilai cukup efektif, tetapi tidak sedikit pula yang dinilai tidak cukup efektif.
Beberapa kendala dan tantangan yang ditemukan antara lain akses internet yang di beberapa daerah memang sangat sulit, terutama di daerah terluar, dan tertinggal. Kemudian dana untuk membeli kuota internet.
Apresiasi untuk guru
"Hal inilah yang membuat Kemendikbud mengizinkan penggunaan Dana BOS untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan guru," ujar Nadiem.
Dijelaskan Nadiem, Kemendikbud telah merelaksasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung sekolah menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan.
"BOS yang sudah sampai ke rekening sekolah itu boleh digunakan secara fleksibel untuk persiapan protokol kesehatan ini. Ini benar-benar kita berikan kebebasan anggaran bagi kepala sekolah,” ungkapnya.
Mendikbud juga memberikan apresiasi positif atas kinerja dan dedikasi para guru yang terus mencari jalan untuk memastikan semua peserta didiknya tetap belajar di kondisi darurat ketika teknologi masih terbatas karena akses internet ataupun listrik dan isu kepemilikan gawai.
"Kami ada cerita hebat di lapangan, di mana guru-guru ini berkunjung satu per satu ke rumah siswa. Ini merupakan hal yang yang luar biasa, dan ini terjadi di berbagai daerah,” jelas Mendikbud.
Mengenai pemberitaan bahwa Kemendikbud akan menerapkan PJJ secara permanen, Mendikbud menampik hal tersebut. Adapun yang dipermanenkan adalah penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
"Jadi waktu saya bilang hybrid model, itu artinya cara interaksi guru dan siswa dengan bantuan teknologi akan lebih dinamis," ujarnya.
Nadiem melanjutkan, "jadi, mungkin akan ada jenis interaksi-interaksi lain pada saat siswa di rumah, saat dia mengerjakan PR, yang akan menggunakan platform-platform teknologi tertentu."
Penulis Yohanes Enggar Harususilo