Mimpi basah terjadi ketika seorang laki-laki tidur kemudian saat bangun sudah mengeluarkan mani (sperma). Mimpi basah ini merupakan tanda-tanda balig bagi laki-laki. Jadi laki-laki yang sudah mengalami mimpi basah sudah mulai dibebani kewajiban agama jika ia berakal sehat dan telah sampai dakwah Islam padanya.
Dalam Islam, mimpi basah diistilahkan dengan ihtilam. Kata dan pengertian ihtilam ini dapat ditemui di salah satu hadis shahih yang diriwayatkan oleh tujuh sahabat, yaitu Aisyah, Abu Qatadah, Ali, Umar ibn Khatthab, Ibn Abbas, Sidad ibn Aus, dan Tsauban. disebutkan tentang tanda kebalighan ini melalui ihtilam, mimpi basah.
Rasulullah SAW bersabda,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ
ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى
يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
Jika hadis ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka artinya, "Pena Tuhan diangkat dari tiga perkara: dari orang yang tidur sampai terbangunnya, dari orang gila sampai masa sembuhnya dan dari anak sampai mimpi basah (yahtalima, ihtilam).
Mimpi basah tidak hanya dialami oleh anak pria, tetapi anak perempuan pun bisa mengalami mimpi basah walau kejadiannya langka. Diriwayatkan seorang sahabat perempuan, Ummu Sulaim (ibunda Anas bin Malik) RA datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika mimpi basah (mengeluarkan mani)?"Nabi SAW menjawab, "Ya, apabila wanita melihat air mani maka dia wajib mandi." Ummul Mukminin, Ummu Salamah RA yang waktu itu berada di sampingnya, tertawa dan bertanya, "Apakah wanita juga mimpi basah dan mengeluarkan air mani??" Nabi SAW menjawab: "Iya. Dari mana anak itu bisa mirip (dengan ayah atau ibunya)?"(HR Bukhari dan Muslim).
Hanya saja, air mani wanita berbeda dengan laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, "Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih sedangkan mani wanita halus dan berwarna kuning." (HR Muslim)
Mimpi basah merupakan sebuah hadas besar. Orang yang masih mempunyai hadas besar disebabkan mimpi basah disebut sebagai junub.
Hal-hal yang dilarang bagi orang yang sedang junub
Hal-hal yang dilarang bagi seorang yang sedang junub hampir sama dengan hal-hal yang dilarang bagi wanita yang sedang haid. Namun berbeda dengan perempuan haid yang dilarang untuk berpuasa, seorang yang sedang dalam kondisi junub tetap boleh melaksanakan ibadah puasa. Jadi, apabila ada seseorang tidur dalam kondisi junub dan bangun setelah shubuh maka puasanya tetap sah meskipun ia belum bersuci.
Adapun hal-hal yang dilarang bagi orang yang sedang junub antara lain:
1) Shalat
2) Thawaf (mengelilingi Ka’bah)
3) Membaca al-Qur’an
4) Menyentuh ,memegang dan membawa mushaf Al-Qur'an
5) I’tikaf (berdiam diri di masjid). Bila sekadar melintas, masih
diperbolehkan.
1. Mengerjakan shalat
Baik salat fardhu maupun sunah, haram dikerjakan seseorang yang belum suci dari hadas besar.
Allah Swt berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 43 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. (Jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi."
Sementara dalam hadis dari Ibnu Umar ra, beliau berkata, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Tidak diterima shalat yang tanpa bersuci dan (tidak diterima) sedekah dari hasil korupsi." (HR. Muslim)
2. Thawaf
Pada dasarnya syarat sahnya thawaf (mengelilingi Ka'bah) sama dengan salat. Oleh sebab itu, seseorang yang sedang dalam kondisi junub maka ia dilarang melaksanakan thawaf baik thawaf wajib maupun sunah.
Rasulullah saw bersabda, "Thawaf di Baitullah itu layaknya salat, kecuali sungguh Allah menghalalkan bagi kalian berbicara di dalamnya (thawaf). Siapa yang berbicara, maka hanya boleh berbicara kebaikan." (HR. Al-Hakim)
3. Membaca Al-Qur'an
Dalam suatu hadis Rasulullah saw bersabda, "Perempuan haid, dan junub tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Qur’an."(HR. At-Tirmidzi)
Akan tetapi jika seseorang membaca ayat suci Al-Qur'an cukup di dalam hati saja tanpa dilafalkan, maka diperbolehkan sebagaimana seseorang memandang Al-Qur’an meski sedang junub. Begitu pula ketika seseorang melafalkan ayat dari Al-Qur’an tetapi dengan niat zikir atau berdoa maka diperbolehkan.
Misalnya, seseorang berdoa menggunakan pengggalan Surah Al-Baqarah ayat 201, "Rabbanaa Atinaa fiddunyaa hasanah wafil akhirati hasanah."
Atau ketika seseorang hendak bepergian ia membaca doa, "Subhanalladzi sakhara lanaa haadzaa wa maa kunna lahuu muqriniin." (Q.S. Az-Zukhruf ayat 13)
4. Menyentuh, memegang dan membawa Al-Qur’an
larangan yang kelima ini termasuk menyentuh kertas Al-Qur’an yang robek atau hanya sampul Al-Qur’an. Dilarang pula seseorang yang junub membawa Al-Qur’an meski diletakkan di kantong baju atau di sebuah kotak.
Allah Swt berfirman yang artinya, "Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (Q.S. Al-Waqi’ah ayat 79)
Sementara Nabi saw bersabda, "Hanyalah orang-orang yang suci yang boleh menyentuh Al-Qur’an." (HR. Ad-Daruquthni dan Malik)
5. Berdiam atau duduk di dalam masjid (iktikaf)
Dasar hukum dilarangnya seseorang berdiam diri di masjid ini sama dengan poin pertama yakni Surah An-Nisa ayat 43.
Sementara untuk hadisnya, Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada masjid bagi wanita yang sedang haid dan orang junub." (HR. Abu Dawud).
VIDEO TAMBAHAN BAGI ORANG TUA
Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung di facebook silakan klik suka pada halaman kami di sini HANAPI BANI