بسم الله Ùˆ الØمد لله
اللهم صلى على سيدنا Ù…Øمد Ùˆ على أله
Ùˆ صØبه أجمعين
Salam Sahabat Hanapi Bani.
Hari ini 31 Januari, pada tahun 1926 silam, Nahdlatul Ulama (NU) secara resmi didirikan. Organisasi Islam terbesar di Indonesia ini digagas oleh para kiai ternama dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, dan Jawa Barat, yang melakukan pertemuan di rumah K.H Wahab Hasbullah di Surabaya.
Pertemuan yang diberi nama Komite Hijaz ini diprakarsai oleh K.H. Wahab Hasbullah dan K.H Hasyim Asy’ari. Komite Hijaz inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya NU untuk membahas berbagai macam persoalan keagamaan. Lahirnya NU merupakan respons dari berbagai problem keagamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan kebangsaan dan sosial masyarakat.
Pada intinya, Komite Hijaz dibentuk sebagai upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan. Selain itu, panitia ini juga bertugas untuk mempersiapkan pengiriman delegasi ke Muktamar Islam di Mekkah yang digagas Ibnu Saud, penguasa baru Hijaz.
Lantas, apa sebenarnya yang melatarbelakangi berdirinya Nahdlatul Ulama? Simak ulasannya dibawah ini:
Latar Belakang Pembentukan Komite Hijaz
Tidak bisa dipungkiri, bahwa Komite Hijaz yang dibentuk pada 31 Januari menjadi salah satu cikal bakal berdirinya NU. Komite ini lahir karena masalah keagamaan global yang dihadapi para ulama pesantren, ketika Dinasti Saud di Arab Saudi ingin membongkar makam Rasulullah SAW karena menjadi tujuan ziarah, yang dianggap bid’ah. Tak hanya itu, bahkan Raja Saud juga menginginkan kebijakan untuk menolak praktik bermadzhab di wilayah kekuasaannya.
Penolakan praktik bermadzhab ini terjadi sejak Ibnu Saud, Raja Najed beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz (Mekkah dan Madinah) pada tahun 1924-1925. Para ulama menganggap bahwa sentimen anti-madzhab itu cenderung puritan karena berupaya memberangus tradisi dan budaya yang berkembang di dunia Islam itu sendiri.
Atas dasar rasa prihatin, para ulama Indonesia yang berhaluan ahlusunnah wal jamaah bersepakat untuk mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite Hijaz.
Pemilihan Delegasi Komite Hijaz
Sebelumnya, pada awal 1926, koordinasi antar-organisasi Islam di Cianjur menyatakan akan mengirim dua utusan ke Mekah untuk menghadap Raja Sa’ud. Kiai Wahab mengusulkan delegasi tersebut agar membawa persoalan praktik keagamaan Islam tradisional di Indonesia. Usul dari Kiai Wahab tersebut tidak disetujui oleh golongan Islam-reformis, yang akhirnya membuat Islam-tradisional memutuskan untuk menghadap Raja Sa’ud sendiri.
Melihat situasi Islam-tradisional yang kerap ditentang oleh golongan Islam-reformis, Kiai Wahab dan para kiai Islam tradisional lainnya merasa perlu untuk menjaga Islam Nusantara. Para kiai Islam-tradisional berkumpul di kediaman KH Wahab Hasbullah dan membentuk Komite Hijaz.
Pembentukan Komite Hijaz yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam telah mendapatkan izin dari KH Hasyim Asy’ari. Kemudian pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz mengundang ulama terkemuka dan membicarakan perihal utusan yang akan dikirim ke Muktamar di Mekkah. Akhirnya, para ulama yang hadir pada pertemuan itu, bersepakat menunjuk KH Raden Asnawi sebagai delegasi Komite Hijaz.
31 Januari 1926: Hari Lahir Nahdlatul Ulama (NU)
KH Raden Asnawi atau Raden Syamsi, merupakan sosok ulama karismatik dari Kudus, Jawa Tengah. Kiai Asnawi menjadi salah satu poros keilmuan, aktivisme, dan keteladanan bagi masyarakat Kudus dan sekitarnya. Berkat kemampuannya dalam berdiplomasi, ulama yang dikenal sebagai pejuang ahlusunnah wal jamaah itu, dipercaya untuk menyalurkan aspirasi Komite Hijaz.
Menurut Choriul Anam dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan NU (2010), untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi formal. Maka lahirlah Jam’iyah Nahdlatul Ulama atau "kebangkitan para ulama" pada16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926. Nama Nahdlatul Ulama sendiri diusulkan oleh KH Mas Alwi bin Abdul Aziz.
Berbicara mengenai pendirian organisasi NU, tentu tidak lepas dari peran beberapa ulama terkemuka di Indonesia, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Selain itu, juga ada peran besar dari Kiai Cholil Bangkalan yang merupakan guru dari Kiai Hasyim. Berkat perjuangan beberapa tokoh karismatik tersebut, telah membawa NU menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Di samping itu, peristiwa bersejarah itu juga membuktikan bahwa NU tidak hanya merespons kondisi problem sosial di Tanah Air, namun juga menegakkan warisan-warisan kebudayaan dan peradaban Islam yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW. Tepat pada 31 Januari 2021, Nahdlatul Ulama berusia 95 tahun dan berhasil memberi sumbangsih bagi kehidupan beragama di Indonesia.
Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI
atau gabung Group kami;
WA ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; (Klik DISINI)