بسم الله Ùˆ الØمد لله
اللهم صلى على سيدنا Ù…Øمد Ùˆ على أله
Ùˆ صØبه أجمعين
Gorontalo --- Al-Qur’an diturunkan bagi umat muslim agar menjadi petunjuk hidup. Bukan hanya sekedar kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an juga merupakan mukjizat yang dikaruniakan oleh Allah SWT.
Keindahan Al-Qur’an bukan saja dapat kita temui dari susunan bahasanya, tapi juga kala ayat-ayat Allah itu dilantunkan. Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-A’raf ayat 204 pun berfirman:
“Dan apabila dibacakan A-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-A’raf:204).
Namun, tidak semua umat muslim beruntung dapat mendengarkan keindahan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini yang mengusik Penyuluh Agama Islam (PAI) Kanwil Kemenag Gorontalo Riska Duduti, saat menyaksikan anak bimbingannya yang memiliki disabilitas tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Gorontalo.
Hatinya makin terenyuh ketika mendengarkan curahan hati orang tua penyandang tunarungu. “Ada yang bercerita, rumahnya dekat masjid. Setiap sore ia menyaksikan anak-anak berjalan memegang Qur’an untuk belajar mengaji. Sementara orang tua ini hanya dapat membatin, ‘Ya Allah, kapan anak saya bisa seperti mereka? Cuma anak saya yang tidak seperti mereka’. Ibu ini bercerita ke saya sambil menangis,” tutur Riska mengawali kisahnya saat ditemui di Kanwil Kemenag Gorontalo, Rabu (30/12/20).
Sebagai penyuluh agama, Riska pun tergerak untuk mulai memperdengarkan keindahan Al-Qur’an kepada anak-anak tuna rungu ini. “Saya termotivasi untuk memperjuangkan mereka. Prinsip saya, kita kan hamba Allah dan ummat Nabi yang sama. Kita punya hak yang sama dong untuk belajar. Kita punya hak untuk mendapatkan hidup yang layak,” tuturnya.
Sebelumnya, Riska menuturkan, penyuluh agama islam memang memiliki program untuk datang ke SLB. “Penyuluh punya program kerja berupa bimbingan di SLB. Kita sering ke SLB. Programnya tausyiah. Saya melihat ada yang berbeda. Hanya sebatas inikah yang diketahui anak-anak? Padahal, mereka sama dengan kita yang bisa mendengar,” ungkapnya bersemangat.
Penyuluh Ahli Muda ini pun berniat mengajarkan anak-anak tuna rungu agar bisa membaca Al-Qur’an. Ia berkoordinasi dengan koleganya yang memiliki perhatian terhadap penyandang disabilitas. Usai didapati kata sepakat, Riska menyampaikan sosialisasi kepada orang tua yang sehari-hari mendampingi anak-anak di SLB.
“Setelah saya tanya ke orang tuanya, banyak anak yang tidak bisa membaca Al-Qur’an. Tuna netra kan ada Qur’an Braille. Ada kamusnya. Mereka bisa cepat belajar dan bisa mengandalkan rekaman. Sementara anak tuna rungu tidak demikian. Para guru pun sulit mengajarkan anak tuna rungu agar bisa membaca Al-Qur’an. Mereka bingung mau mulai dari mana,” tambah Riska.
Riska pun mulai mempelajari Bahasa isyarat untuk tunarungu. Ini menjadi tantangan yang harus ditaklukan Riska untuk memenuhi niatnya memperdengarkan keindahan Al-Qur’an bagi anak disabilitas tunarungu.
Setelah mengikuti berbagai pelatihan, Riska menemukan metode pengajaran Al-Qur’an bagi tunarungu. “Saya menyimpulkan bahwa anak-anak tuna rungu bisa belajar menggunakan gambar. Gambar Api A (Alif), Balon Ba’, Tangan Ta’, Salju Tsa’, Jagung Ja, Hati Ha. Ini saya dapatkan dari workshop bersama Pak Andi Suryadi, dan saya coba amalkan,” ungkapnya.
Dalam mengajar anak-anak tuna rungu membaca Al-Qur’an, Riska juga menggunakan buku panduan bahasa isyarat secara islami. Selain cara membaca huruf hijaiyah dengan bahasa isyarat, di buku panduan yang digunakan secara internasional ini terdapat isyarat untuk membaca surat-surat pendek di juz 30. Ada 14 surat yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa isyarat yang disepakati secara internasional.
Riska yang merupakan penyuluh PNS sejak 2011, mulai fokus mengajarkan membaca Al-Qur’an untuk anak tunarungu sejak 2015. Langkahnya untuk memperdengarkan keindahan Qur’an tidak mudah, tapi ia tak menyerah.
Dua tahun berjalan, banyak permintaan kepadanya untuk mengajarkan Al-Qur’an bagi tunarungu secara privat. Namun, dengan berat hati ia menolak. “Fokus saya mengajar di SLB, karena lebih efektif dan dapat mengajarkan lebih banyak anak,” tutur perempuan yang menamatkan pendidikan strata duanya di IAIN Gorontalo ini.
Buah Perjuangan
Perjuangannya mulai membuahkan hasil pada 2018. Ia berhasil meraih predikat juara dua dalam Lomba Penyuluh Teladan Tingkat Nasional. Sebagai juara dua tingkat nasional, Riska berhak mendapatkan hadiah senilai Rp 18.000.000,-. Namun, ia tak menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Ia membeli rumah petak yang kelak akan digunakan sebagai tempat belajar membaca Al-Qur’an bagi anak-anak tuna rungu.
“Insya Allah 2021 sudah ada tempatnya. Saya sudah ada tempatnya. Dan sudah mendata anak tuna rungu. Saya ada wadah untuk tuna rungu di Kabupaten Gorontalo. Insya Allah 2021 sudah eksis. Waktu 2018 juara nasional mendapat hadiah 18 juta, saya belikan rumah sederhana khusus untuk anak-anak tuna rungu. Masih rumah sederhana,” tuturnya dengan nada gembira.
Selain mengajarkan membaca Al-Qur’an, Riska juga mengajarkan berbagai keterampilan untuk anak-anak tuna rungu. Tak lupa, ia juga mengajarkan konsep tauhid dan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan pemahaman yang bisa ditangkap anak didiknya.
“Kalau mengajar, saya sampaikan kepada anak-anak, jika kalian bisa belajar mengaji kalian bisa masuk surga. Mereka bertanya, apa itu surga? Saya jawab, di surga banyak makan. Makanannya enak-enak. Saya menceritakan kepada mereka bahwa di surga ada makanan enak, tempat tidur yang nyaman, sehingga mereka mendapatkan pengalaman baru secara spiritual. Saya juga kerap membagi snack agar anak-anak bersemangat mengaji,” ungkapnya seraya tersenyum.
Kebahagiaan pun dirasakan Riska kala mendengar ucapan syukur dari para orang tua anak tuna rungu. “Salah satu ibu curhat dengan menangis. Anaknya bernama Revan. Tuna rungu. Dia mengaku bersyukur karena saya mengajar di sini. Kami di sini belajar bersama-sama dengan orang tua agar dapat memperdengarkan keindahan Al-Qur’an ini,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Riska pun bersyukur keluarganya memberikan dukungan penuh. Ia menjalani perjuangan mendidik anak-anak tuna rungu dengan sepenuh hati. Di akhir perbincangan, Riska menyelipkan semangat kepada puluhan ribu penyuluh di seluruh nusantara.
“Untuk teman-teman penyuluh, tetaplah bekerja, tetaplah menjadi yang terbaik, teladan untuk semua. Tetap istiqomah menjadi penyuluh dan jangan patah semangat untuk mengajarkan ilmu agama, terutama mengajarkan Al-Qur’an kepada semua orang, siapa pun itu. Karena sesungguhnya, kita ini sama-sama makhluk Allah dan umat Nabi yang punya hak yang sama untuk belajar agama dan lebih utama lagi belajar Al-Qur’an,” pungkasnya.
Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI