بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
و صحبه أجمعين
Biasanya, ghashab yang marak terjadi di lingkungan pendidikan adalah ghashab sandal atau sepatu. Menganggap hal yang biasa.memakai milik teman tanpa memohon izin kepada yang pemilik barang. Bahkan ada yang yang dibawa pulang, baru dikembalikan ketika sekian hari.
Semua ini mungkin masih bisa dimaklumi. Mereka sudah saling kenal dan paham atas keadaan sesama murid. Hanya saja ketika yang diambil bukan milik sesama murid, baru hal ini tidak bisa dibiarkan. Bahkan kalau hal itu menjadi kebiasaan sampai dewasa. Mereka perlu ditegur atau diberi peringatan bahkan hukuman yang mendidik.
Dari sedikit paparan cerita di atas, lantas bagaimana sebenarnya agama memandang
prilaku ghashab, bukan hanya di lingkungan pendidikan.
Ghashab
Bagi seorang murid mungkin sudah tidak asing dengan istilah Ghashab. Sebuah
kebiasan buruk yang kadang kala terjadi dalam lingkungan pendidikan, bahkan dilingkungan
rumah kita tak jarang kita jumpai juga. Ghashab lebih dikenal dengan perbuatan mengambil
barang orang lain tanpa sepengetahuannya terlebih dahulu namun berniat untuk
mengembalikan barang tersebut. Misalnya saja yang sering kita dengar adalah ghashab sandal
orang lain. Biasanya seorang yang meng-ghashab tersebut tidak sengaja atau bahkan sengaja
meminjamnya tanpa sepengetahuan pemiliknya karena dalam keadaan darurat, misalnya saat
terburu-buru sehingga ia tidak sempat untuk bicara kepada sang pemilik sandal tersebut.
Lantas bagaimana hukum ghashab tersebut?
A. Pengertian Ghashab
Dalam ilmu tasrif, kata ghashab berasal dari kata "غَصَبَ – يَغْسِبُ - غَسْبًا " yang berarti mengambil secara paksa dan dzalim”.
Secara harfiah, ghashab adalah mengambil sesuatu secara paksa dengan terang-terangan dengan bermaksud menguasai hak-hak orang lain dengan cara yang tidak benar (aniaya) meskipun mempunyai niat akan mengembalikannya.
Ghashab, kata ini Allah sebutkan dalam al-Quran, yang sekaligus bisa membantu kita untuk memahami pengertiannya. Allah berfirman menceritakan dialog antara Musa dan Khidr:
أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Artinya:
79. Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud
merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap
perahu.(QS. Al-Kahfi [18]: 79).
Dengan demikian, ghasab secara ringkas bisa kita artikan merampas.
Ada juga yang memberikan pengertian menguasai harta orang lain secara paksa dan tidak ada keinginan untuk mengembalikannya.
Ghashab termasuk perbuatan maksiat dan kedzaliman. Termasuk makan harta orang lain dengan cara bathil. Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
Artinya:
188. Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, (QS.
Al-Baqarah [2]: 188).
Sedangkan secara istilah, ghashab berarti menguasai harta (hak) orang lain dengan tanpa izin (melampaui batas). Ghashab ini dilakukan secara terang-terangan, hanya saja tanpa sepengetahuan pemiliknya. Berbeda dengan pencurian yang memang dilakukan secara diam-diam. Ghashab juga tidak harus berbentuk pada barang yang konkret, hal yang abstrak seperti kemanfaatan juga masuk didalamnya. Mulai dari duduk didepan teras rumah orang lain tanpa izin sampai numpang bercermin di kaca spion motor milik orang lain.
Bila yang diambil berupa harta titipan atau gadai, maka hal tersebut tidak termasuk dalam perbuatan ghashab, tetapi termasuk berkhianat.
Selain itu, didalam ghashab terkadang disertai dengan kekerasan maupun paksaan,
sehingga dalam hal ini ghashab mirip dengan perampokan, hanya saja dalam ghashab
tidak sampai ada tindakan pembunuhan maupun pertumpahan darah.
Di dalam ghashab juga terdapat unsur “terang-terangan” yang menunjukkan bahwa ghashab jauh berbeda dengan pencurian yang didalamnya terdapat unsur sembunyisembunyi. Mencuri dalam arti ghashab tidak hanya barang tapi juga manfaat barangnya, termasuk di dalamnya meminta dan meminjam tanpa izin pemilik aslinya, sekalipun barang tersebut pada akhirnya dikembalikan.
Kemudian karena yang diambil bukan hanya harta melainkan termasuk mengambil atau menguasai hak orang lain, maka jika hak-hak tersebut bermaksud untuk dikuasai, direbut, atau diambil oleh seseorang maka perbuatan ini sudah masuk dalam tindakan ghashab. Misalnya merampas hak seseorang untuk menduduki jabatannya, hak untuk beristirahat dengan duduk-duduk di masjid, di tempat-tempat umum dan hak-hak lain termasuk hak-hak pribadi. Semua hak-hak yang dirampas tersebut termasuk ghashab.
Hal ini memang tidak mengurangi mutu dan jumlah barangnya secara langsung,
Namun, tetap saja kita telah mengambil manfaat dari barang yang dighashab. Karena
yang dimaksud ghashab secara sederhana adalah mengambil manfaat suatu barang tanpa
izin dari pemilik barang.
B. Hukum Ghashab
Ghasab termasuk dalam hukum makruh yang berat. Dikatakan berat sebab orang yang meminjam barang tersebut wajib mengembalikan barang yang ia pakai di tempat semula dalam kondisi utuh seperti semula, tanpa berkurang suatu apapun.
Bahkan, ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa orang yang melakukan Ghasab tersebut dikenakan tanggungan atau harus mengganti barang ghasab dengan berlipat ganda.
Dan wajib bagi orang yang melakukan ghasab untuk menambal kekurangan jika ada sesuatu yang terjadi pada barang yang ia ambil tersebut.
Seperti ketika ada orang yang meminjam sandal dan sandal tesebut tergores sesuatu yang mengakibatkan berubahnya bentuk sandal. Atau mungkin sandal tersebut mendapatkan luka bakar, maka orang yang meminjamnya harus memperbaikinya hingga utuh kembali seperti semula atau menggantinya dengan sesuatu yang sama dalam keadaan yang utuh.
Menurut pendapat yang shahih, wajib bagi orang yang mengghashab tersebut mengganti biaya yang sepadan jika memang terjadi kerusakan atau kekurangan pada barang yang sudah ia pinjam.
Jika dihubungkan dengan shalat, apakah sah hukumnya shalat dengan memakai barang ghashab?
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa perbuatan Ghashab merupakan salah satu perbuatan dosa dan haram namun tidak sampai membatalkan shalat.
Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
Artinya:
188. Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.(QS. Al-Baqarah [2]: 188)
Imam At-Thabari dalam kitabnya (Jami’ul Bayan Fi tafsir Al-Qur’an Liththobari) menjelaskan bahwa maksud kata memakan dengan batil dari ayat tersebut
adalah dengan cara memakan yang tidak diperbolehkan oleh Allah Swt.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa ghashab (menggunakan milik orang lain
tanpa izin) berdasarkan ayat tersebut hukumnya haram dan sangat dilarang oleh Allah.
Entah ghashab pakaian, sandal, bantal, gayung, payung, dan barang-barang yang lain,
hukumnya sama-sama tidak boleh. Bahkan berdasarkan ayat tersebut ketika dilihat dari
kaca mata ushul fiqh maka ada 2 (dua) hal yang dapat kita simpulkan. Pertama, larangan
(nahyi) tersebut menunjukkan keharaman dari pekerjaan ghashab. Kedua, larangan
tersebut mewajibkan kita untuk menjauhi perkara ghashab
C. Dasar Hukum Ghashab
1. Al-Qur’an
Disebutkan bahwa merampas hak orang lain adalah perbuatan zhalim dan masuk dalam perbuatan ghasab. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
Artinya:
188. Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud
agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui.(QS. Al-Baqarah [2]: 188)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya:
29. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa' [4]: 29).
2. Al-Hadis
“Dari Sa’id bin Zaid ra, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan cara zalim, maka tanah itu sampai tujuh lapis bumi akan dikalungkan oleh Allah kepadanya kelak pada hari kiamat.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
“Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Setiap muslim atas muslim yang lain itu haram darahnya, harta, dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
Dari Anas bin Malik “Harta seorang muslim haram dipergunakan oleh muslim lainnya, tanpa kerelaan hati pemiliknya” (HR. Daruquthni.)
“Dari Abdullah bin Saib bin Yazid, dari ayahnya, dari kakeknya berkata: Rasulullah saw. bersabda: Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya baik main-main maupun serius. Jika salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikankah.” (HR. Jama’ah)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw., bersabda: “Barangsiapa berbuat zhalim kepada
saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia
meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia) sebelum (datang hari) yang tidak ada
Dinar tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan shalih, maka akan diambil
darinya sekadar kezhalimannya dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka
akan diambil dari kejelekan orang yang dizhalimi kemudian ditimpakan
kepadanya.”(HR. Bukhari)
D. Tanggung Jawab Ghashab
Seorang yang mengghashab barang milik orang lain, maka ia harus bertanggung jawab atas apa yang ia ghashab. Konsekuensi yang diterima pengghashab adalah berdosa jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik orang lain.
Diantara tanggung jawab lain yang harus diterima, yaitu:
a. Ia berdosa jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik orang lain.
b. Jika barang tersebut masih utuh wajib dikembalikannya
c. Apabila barang tersebut hilang/rusak karena dimanfaatkan maka ia dikenakan denda.
d. Denda dilakukan dengan barang yang sesuai/sama dengan barang yang dighashab.Apabila jenis barang yang sama tidak ada maka dikenakan denda seharga benda tersebut ketika dilakukan ghashab.
e. Apabila yang dighashabnya berbentuk sebidang tanah, kemudian dibangun rumah diatasnya, atau tanah itu dijadikan lahan pertanian, maka jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa tanah itu harus dikembalikan.
Rumah dan tanaman yang ada diatasnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada orang yang dighashab.
Dari Samurah bin Jundab berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Kewajiban tangan untuk mempertanggungjawabkan amanat yang diterima-Nya, sehingga ia melaksanakan (pengembalian)nya.”(HR. Ahmad dan Imam Empat dan Al-Hakim menshahihkannya)
Dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Sa’id bin Zaid, dari Nabi Saw.
bersabda: “Barangsiapa yang menghidupkan tanah, maka tanah itu menjadi
mililknya, dan untuk keringat orang yang zhalim tidak memiliki hak.” (HR. Abu
Dawud)
E. Hikmah dilarangnya Ghashab
Ghashab termasuk perbuatan yang dilarang Allah Swt dan rasul-Nya. Tentu, dibalik sebuah larangan pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
Diantara hikmah dilarangnya perbuatan ghashab, antara lain:
a. Harta/hak milik seseorang dapat terlindungi dari gangguan orang lain
b. Manusia tidak sembarangan mengghashab harta milik orang lain
c. Manusia akan merasa jera dan ngeri jika akan mengghashab lagi
d. Membuat orang yang mau berbuat ghashab mempertimbangkan seribu kalipertimbangan, sebab hukumannya sangat menyakitkan, memalukan dan memberatkan kehidupannya dimasa depan.
e. Tidak ceroboh dalam bermasyarakat di mana saja.
f. Terciptanya kehidupan kondusif, aman, tentram dan bahagia di rumah, sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
g. Terciptanya lingkungan yang aman dan damai h. Mengurangi/ bahkan menghapus beban siksaan di akhirat bagi pelaku ghashab
i. Menimbulkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati jeri payah orang lain.
j. Sifat tenggang rasa yang sangat besar adanya sifat kedisiplinan dan kejujuran yang
terbentuk oleh masyarakat untuktidak selalu ketergantungan pada teman.
RANGKUMAN
1. Ghashab secara bahasa adalah mengambil sesuatu secara dhalim dengan cara terangterangan. Dan secara syara’ adalah menguasai hak orang lain dengan cara dhalim.
2. Ghashab masuk dalam hukum MAKRUH yang berat. Dikatakan berat sebab orang yang meminjam barang tersebut wajib mengembalikan barang yang ia pakai di tempat semula dalam kondisi utuh seperti semula, tanpa berkurang suatu apapun.
3. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa perbuatan Ghasab merupakan salah satu perbuatan dosa dan haram namun tidak sampai membatalkan shalat.
4. Dasar hukum utama ghashab adalah QS. An-Nisa [4]: 29 dan hadis dari Sa’id bin Zaid r.a, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
5. Diantara tanggung jawab pengghashab yang harus diterima, yaitu: berdosa, mengembalikan barang yang dighashab, mengganti barang ghashab jika rusak, membayar denda jika barang ghashab tidak sesuai dengan aslinya.
6. Diantara hikmah dilarangnya perbuatan ghashab, antara lain:
a. Harta/hak milik seseorang dapat terlindungi dari gangguan orang lain
b. Manusia tidak sembarangan mengghashab harta milik orang lain
c. Manusia akan merasa jera dan ngeri jika akan mengghashab lagi
d. Membuat orang yang mau berbuat ghashab mempertimbangkan seribu kali pertimbangan, sebab hukumannya sangat menyakitkan, memalukan dan memberatkan kehidupannya dimasa depan.
e. Tidak ceroboh dalam bermasyarakat di mana saja.
f. Terciptanya kehidupan kondusif, aman, tentram dan bahagia di rumah, sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
g. Terciptanya lingkungan yang aman dan damai
h. Mengurangi/ bahkan menghapus beban siksaan di akhirat bagi pelaku ghashab
i. Menimbulkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati jeri payah orang lain.
j. Sifat tenggang rasa yang sangat besar adanya sifat kedisiplinan dan kejujuran yang
terbentuk oleh masyarakat untuk tidak selalu ketergantungan pada teman. Ia berdosa
jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik orang lain.
atau gabung Group kami;
Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; (Klik DISINI)