السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
و صحبه أجمعين
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
و صحبه أجمعين
Salam Sahabat Hanapi Bani.
Salah satu issue yang kerap kali dijadikan point untuk menyudutkan pengikut mazhab Syafi’i di Indonesia khususnya, adalah masalah cadar. Kenapa masyarakat Indonesia (para muslimahnya) yang katanya bermazhab Syafi’i kok tidak bercadar ? Ini walaupun redaksinya pertanyaan, namun berasa penyudutan. Dengan fakta ini, dianggaplah bahwa “kesyafi’iyyahan” mereka tidak original karena menyelisihi mazhab Syafi’i yang mewajibkan cadar. Menurut hemat kami, pernyataan seperti ini tidak tepat.
Pembaca yang budiman, memang benar, bahwa menurut pendapat mu’tamad (resmi/standar) dalam mazhab Syafi’i, wajah wanita di hadapan laki-laki ajnabi (asing) termasuk aurat. Telah banyak pernyataan ulama dalam masalah ini. Diantaranya, dari Imam Ibnul Qasim Al-Ghazzi (w. 918 H) rahimahullah :
أَمَّا عَوْرَةُ الحُرَّةِ خَارِجَ الصَّلاَةِ فَجَمِيْعُ بَدَنِهَا
“Adapun aurat perempuan merdeka di luar salat, maka seluruh badannya.”(Fathul Qarib , hlm. 73. Bisa disimak juga kitab Hasyiyah Al-Baijuri, jilid I, hlm. 287 ).
Tapi perlu untuk diketahui, bahwa ini bukan satu-satunya pendapat, masih ada pendapat lain di internal mazhab Syafi’i walaupun bukan pendapat mu’tamad. Di antaranya adalah pendapat imam Zakariyya Al-Anshari (w. 926 H) rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa wajah wanita bukan termasuk aurat. Beliau (Imam Zakariyya Al-Anshari) rahimahullah berkata :
(وَعَوْرَةُ الْحُرَّةِ فِي الصَّلَاةِ وَعِنْدَ الْأَجْنَبِيِّ) وَلَوْ خَارِجَهَا (جَمِيعُ بَدَنِهَا إلَّا الْوَجْهَ، وَالْكَفَّيْنِ) ظَهْرًا وَبَطْنًا إلَى الْكُوعَيْنِ
“Aurat wanita merdeka di dalam salat dan di hadapan laki-laki asing walaupun di luar salat, adalah seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas (luar) dan bagian dalam sampai dua pergelangan tangan.” (Asna Al-Mathalib, jilid I, hlm. 176).
Jika muslimin di Indonesia cenderung mengamalkan pendapat yang tidak mewajibkan cadar dalam posisi bertaqlid kepada Imam Zakariyya Al-Anshari, itu sah-sah saja, dan tidak bisa dikatakan keluar dari mazhab. Apalagi jika didasari oleh berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan situasi dan kondisi setempat, serta maslahat dan mudharat yang mungkn timbul. Bahkan sebagian ahli ilmu mengklaim hal ini lebih sesuai dengan kultur masyarakat kita.
Coba kita ambil perumpamaan dengan masalah lain, yaitu zakat. Dalam mazhab Syafi’i, zakat (baik mal atau fitrah) wajib didistribusikan secara merata kepada delapan golongan yang tersebut dalam surat At-Taubah : 60. Tidak boleh hanya kepada sebagian saja di saat mereka semua ada. Tapi jika pihak yang berhak menerima terlalu banyak, atau terbatas tapi zakat yang dibagikan sedikit, maka wajib dibagikan minimal kepada tiga orang dari setiap golongan. Ini pendapat yang mu’tamad di dalam mazhab. (Simak At-Taqrirat As-Sadidah, hlm. 425).
Tapi faktanya, masyarakat muslimin di negeri kita mendistribusikan zakat, khususnya fitrah, hanya kepada satu golongan saja, yaitu fakir atau miskin. Sudah begitu, jumlahnya pun lebih sering hanya ke satu orang. Menurut Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’ali Ba’isyin Al-Hadhrami Asy-Syafi’i (w.1270 H) rahimahullah , walaupun ini bukan pendapat muktamad, tapi tetap dalam koridor mazhab. Beliau berkata :
لَكِنْ اِخْتَارَ جَمْعٌ جَوَازَ صَرْفِهَا إِلَى ثَلاَثَةِ فُقَرَاءَ أَوْ مَسَاكِيْنَ، وَآخَرُوْنَ جَوَازَهُ لِلْوَاحِدِ، فَالْعَمَلُ بِهِ لَيْسَ خَارِجاً عَنِ الْمَذْهَبِ
“Akan tetapi sekelompok ulama (syafi’iyyah) memilih pendapat bolehnya untuk mendistribusikan zakat kepada tiga orang fakir atau miskin. Dan sebagian yang lain berpendapat bolehnya mendistribusikan zakat kepada satu orang saja. Maka mengamalkannya (ke satu orang miskin/fakir), bukanlah termasuk keluar dari mazhab.” (Busyra Al-Karim, hlm. 534 cetakan Darul Minhaj).
Oleh karena itu, amaliah mayoritas umat muslim di Indonesia yang memilih pendapat yang tidak mewajibkan cadar, adalah hal yang sah-sah saja dan masih dalam koridor mazhab Syafi’i. Yang mengikuti pendapat yang mewajibkan juga bagus, karena telah mengikuti pendapat yang mu’tamad. Wallahu a'lam.
Demikian informasi mengenai "Kenapa muslimah Indonesia tidak bercadar ? Padahal Mayoritas Bermazhab Syafi'i" yang dapat kami sampaikan pada postingan kali ini. Semoga bermanfaat..
Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI
Gabung bersama kami;
Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
WA 4 ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; (Klik DISINI)