بسم الله Ùˆ الØمد لله
اللهم صلى على سيدنا Ù…Øمد Ùˆ على أله
Ùˆ صØبه أجمعين
Salam Sahabat Hanapi Bani.
NAPOLEON Bonaparte saat diasingkan di Pulau Saint Helana, menuliskan sebuah catatan harian yang isinya mengungkapkan kekagumannya pada Universitas Al-Azhar Mesir. Tulisan itu ia tujukan kepada para tentaranya saat melakukan penyerangan ke Mesir.
Ia mengakui keberadaan universitas ini sebagai institusi pendidikan islam terbesar dan modern. Ia menyebut Al-Azhar sebagai tandingan universitas Sorbonne di Paris, universitas tertua di Prancis.
Pengaruh Al-Azhar Mesir juga dirasakan hingga ke pelosok Borneo, Hindia Belanda, sejak hampir seratus tahun yang lalu, yaitu dengan berdirinya Arabische School (Sekolah Arab) yang kini bernama Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai.
Syaikh Al-Azhar Dr. Muhammad Al-Fahham, usai mengikuti KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung pada tahun 1964, berkunjung ke pesantren Rakha Amuntai, ia berkata:
"Saya bersyukur anak-anakku di 'Rakha' ini mempelajari Bahasa Arab yang fasih, bahasa Alquran, bahasa persatuan umat Islam. Banyak anak-anakku di Al-Azhar, di antaranya berasal dari sini (Rakha)".
Alhamdulilah kini Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai menjadi salah satu pondok pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.
Guru-gurunya banyak lulusan Mesir, Mekkah, Madinah, Pakistan, Yaman, Bangladesh, dan Syiria. Juga ada lulusan eropa dan perguruan tinggi ternama di Indonesia seperti ITB dan UGM. Ada keluaran Rakha, Bangil, Darussalam, Ibnul Amin Pamangkih, Gontor, dan lainnya.
Mereka semua dipanggil dengan sebutan khas, "Muallim". Para Muallim adalah tokoh masyarakat di kampung halaman masing-masing. Ikhlas mengajarkan ilmu, tanpa mengharap imbalan.
Pondok yang mengajarkan faham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan membumikan islam yang rahmatan lil alamin ini mempunyai 14 unit pendidikan, mulai dari PAUD s.d. Perguruan Tinggi.
Pondok ini memiliki visi mewujudkan kader-kader intelektual muslim Indonesia yang mempunyai imtaq, iptek, pembentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, mampu menghadapi tantangan zaman, serta membawa umat kepada kesejahteraan, kebahagiaan dunia dan akhirat.
Masalah pelajaran, kurikulumnya ada kurikulum khas pesantren dan kurikulum negeri, di bawah naungan Kementerian Agama. Bukan cuma sekedar teori, tapi juga ditunjang dengan praktek dengan fasilitas modern STEP2 IDB (Science and Technology Equipment Phase-2 Islamic Development Bank).
Setidaknya ada 4 tokoh Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai yang mendapatkan gelar istimewa dari Universitas Al-Azhar ini, yaitu: Syekh Abdurrasyid al-Banjary al-Azhary, Dr. KH. Idham Chalid, KH. Husin Naparin, dan KH. Nuruddin Marbu al-Makky al-Banjary.
1. TUAN GURU SYEKH ABDURRASYID (1884-1934)
Tuan Guru Haji Abdurrasyid adalah Muassis Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai. Menurut catatan KBRI di Mesir, beliau adalah orang Kalimantan pertama yang belajar di Universitas Al-Azhar Mesir sejak tahun 1908 hingga 1922 M.
Di Mesir bekerja sebagai pentasih kitab-kitab berbahasa Arab Melayu pada penerbit Musthafa al-Baby al-Halaby dan juga sebagai distributor roti. Lulus dari Al-Azhar mengantongi gelar Syahadah al-‘Alamiyah lil Ghuraba.
Karyanya di Mesir yang diterbitkan adalah kitab Parukunan Besar Melayu, kitab fiqh berbahasa Arab Melayu, disarikan dari Fiqh Sabilal Muhtadin. Dijadikan pegangan bagi orang-orang Melayu dan banyak dipelajari di Asia Tenggara.
H Abdurrasyid memulai pengajian agama di rumahnya (rumah mertuanya) pada tgl 13 Oktober 1922 M/12 Rabiul Awal 1341 H. Kemudian mendirikan Arabische School 1928, untuk mengimbangi Holland Inlanche School (HIS). Ia dijuluki Muallim Wahid (Guru Utama).
Setelah wafat, kepemimpinannya diteruskan oleh Muallim Haji Djuhri Sulaiman. Lembaga ini berubah nama menjadi Al-Madrasatur Rasyidiyah, lalu Ma'had Rasyidiyah, serta Normal Islam, dan terus berkembang hingga menjadi Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah yang kini memiliki 12 unit pendidikan, juga menjadi salah satu Pondok Pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.
2. DR. KH. IDHAM CHALID (1922-2010)
Beliau dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar pada tahun 1957, saat Syekh Prof. Dr. Mahmud Syaltut menjabat sebagai Rektor. Setelah itu KH. Idham Chalid berkesempatan mengenakan jubah Rasulullah SAW, sebagai jawaban atas tawaran hadiah dari pihak Al-Azhar. Al-Azhar saat itu menghubungi Pemerintah Turki.
Setelah bermimpi bertemu dengan Sulthanul Awliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan kemudian berziarah ke makam beliau, beliau dipanggil para ulama Baghdad sebagai “al-‘Alim al-Kabir min Janub Syarq Asia” (Ulama Besar Asia Tenggara). Akhirnya beliau diberi hadiah berupa kelambu makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Idham Chalid masuk Al-Madrasatur Rasyidiyah th 1934 pada masa kepemimpinan H Djuhri Sulaiman, murid H. Abdurrasyid yang baru studi di Al-Azhar. Tamat dari Al-Madrasatur Rasyidiyah, Idham Chalid lanjut studi ke Gontor. Dan pada tahun 1944 diangkat menjadi Direktur Normal Islam.
Ketua PBNU termuda dan terpanjang dalam sejarah ini merupakan salah seorang murid kesayangan KH. Imam Zarkasyi Gontor, juga murid kesayangan Syekh Yasin Padang di Mekkah. Ia ditetapkan Pahlawan Nasional lewat Kepres No. 113/TK/2011 tanggal 7 Nov 2011. Ketua Umum PBNU 1956-1984. Meninggalkan tidak kurang 27 karya tulis.
3. TUAN GURU HAJI HUSIN NAPARIN, LC, MA
Biasa dipanggil Muallim Husin, lahir di Paringin pada 10 Nov 1947. Ia masuk Rakha di masa kepemimpinan Idham Chalid. Saat Syaikhul Azhar Syekh Muhammad Al-Fahham berkunjung ke Pesantren Rakha Amuntai, Husin muda didauat menyampaikan pidato Bahasa Arab.
Setamatnya di Rakha, melanjutkan studinya di Mesir dan Pakistan.Di Mesir, ia merampungkan kuliah S1 dalam waktu 4 bulan. Dan mendapatkan Syahadah Fakhriyah dari Presiden Jamal Abdul Nasir, sebagai peraih nilai terbaik antar mahasiswa Asia Tenggara di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Setelah itu beliau bekerja di KBRI Jeddah. Disini beliau menjadi guru ngaji privat Alquran dan Tafsir untuk Dubes Saudi Arabia Bapak Ahmad Tirtosudiro.
Saat di Pakistan, ia dijuluki Imam Sakanain, mengadopsi Imam Haramain, karena menjadi imam masjid kampus yang di dalamnya terdapat dua buah asrama (sakanain).
Sekarang, selain diamanahi sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, beliau juga didaulat menjadi Ketua Yayasan Rakha 2012 s.d. sekarang, dan sebagai Mufti Kesultanan Banjar, dengan gelar Tuan Guru Besar.
Tokoh yang pernah naik haji 24 kali ini (gratis), merupakan penghargaan Asian Development Golden Award 2002, yang dengan program ESQ 'Pencerahan Jiwa'-nya, mampu membuat puluhan ribu jamaah berderai air mata dan sadar akan arti hidup dan kehidupan. Beliau juga menerima Radar Award Banjarmasin 2005, Asywadie Award 2014. Karya tulis beliau mencapai 40 buku dan ratusan artikel.
4. TUAN GURU SYEKH NURUDDIN MARBU
Biasa dikenal juga dengan nama Syekh Nuruddin Marbu al-Makky al-Banjary atau Muhaddis Nusantara, menjadi satu-satunya orang Asia yang diberikan izin mengajar di Mesir. Beliau diberi gelar “Al-Azhar ats-Tsani” karena saking banyaknya mahasiswa Asia Tenggara yang belajar pada beliau saat berada di Mesir.
Syaikh Muhammad Nuruddin bin Haji Marbu. Lahir 1 September 1960 di Amuntai. Masuk Normal Islam Rakha tahun 1974, pada masa kepemimpinan KH. Idham Chalid. Tak berselang lama, beliau hijrah ke Makkah. Selanjutnya kuliah di Al-Azhar Mesir.
Beliau merupakan murid kesayangan Syekh Ismail Zein al-Yamani. Tuan Guru Muhyiddin Zamzan, Imam Masjid Ghararah di Mekkah mengatakan bahwa Syekh Nuruddin merupakan ulama produktif di Asia Tenggara, karena telah menulis dan mentahkik lebih dari 50 kitab berbahasa Arab.
===================
Syaikh Abdurrasyid memulai pengajian pada tahun 1922, tahun dimana Mesir memperoleh kemerdekaan.
Ide-ide pembaharuan di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh pembaharuan yang Timbul di Mesir dari pada yang muncul di Turki dan India, ialah karena bahasa Arab merupakan bahasa internasional dunia Islam, sedang bahasa Turki dan Urdu tidak. Selain itu, karena Mesir merupakan kiblat umat Islam untuk memperdalam pengetahuan keagamaan. Al-Azhar mempunyai pengaruh di seluruh dunia Islam.
Muassis Rakha ini tentu mendapat pengaruh modernisasi seperti yang terjadi di Mesir saat itu. Ini membuka pemikiran sosok Abdurrasyid bahwa kemajuan umat Islam akan tercapai dengan pendidikan.
*****
Demikianlah, 4 profil orang Rakha dari Al-Azhar. Selaku alumni dan keluarga besar Pesantren ini, mari kita camkan pesan dan harapan Tuan Guru Haji Abdurrasyid: “Wahai murid-muridku berusahalah memelihara dan mengembangkan perguruan-perguruan Islam. Jadikanlah rumah kita sebagai sekolah dan santri adalah anak-anak kita”.
Mari kita teruskan cita-cita almarhum Tuan Guru Haji Abdurrasyid. Teruskan, gawi kita belum tuntung.
Selamat 96 tahun Ponpes Rakha Amuntai (13 Oktober 1922 – 13 Oktober 2018), dan selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2018.
Semarang, 20 Oktober 2018
Penulis: Nur Hidayatullah
(Alumnus MAK NIPA Rakha Amuntai 2008, Dosen Ilmu Falak Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang)
Memberi manfa'at dunia dan akhirat.
Untuk mendapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook dari website ini silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI
atau gabung Group kami;
Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
WA 4 ; (Klik DISINI)
WA 5 ; (Klik DISINI)
WA 6 ; (Klik DISINI)
WA 7 ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; (Klik DISINI)