Aku adalah seorang guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Hulu Sungai Utara. Suatu hari, sebuah surat panggilan dari Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara datang. Surat itu mengabarkan bahwa ada salah seorang sahabat lama dan rekan kerja di madrasah lain yang bernama Hanapi, telah terpilih juga untuk mengikuti pelatihan Karya Tulis Ilmiah di Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin. Aku merasa bangga dan antusias, sebab ini adalah kesempatan emas untuk menambah pengetahuan dan menjalin persahabatan dengan peserta dari berbagai daerah.
Pagi itu, suasana Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin terasa penuh semangat. Aku dan Hanapi tiba bersama utusan dari seluruh Kalimantan: Tengah, Timur, Utara, dan tentu saja sesama dari Kalimantan Selatan. Kegembiraan menyelimuti ruangan besar tempat kami berkumpul. Setiap wajah membawa cerita dan semangat untuk belajar.
Hari-hari pelatihan berlangsung dengan penuh keasyikan. Kami dibekali ilmu tentang metodologi penelitian, teknik penulisan ilmiah, dan cara menyusun laporan yang baik. Meski padat, suasana kelas selalu diwarnai tawa dan diskusi yang hidup. Para instruktur sangat berpengalaman, mampu memecahkan suasana serius dengan candaan yang tepat, membuat kami semakin terlibat dalam setiap sesi pelatihan.
Di sela-sela kegiatan, kami sering duduk bersama di taman Balai Diklat, berbincang tentang pengalaman mengajar di daerah masing-masing. Para peserta dari Kalimantan Tengah, Timur, Utara, dan Selatan saling bertukar cerita tentang budaya lokal, tantangan dalam mendidik, dan cara-cara kreatif mengajar di madrasah. Aku menemukan betapa kaya dan beragamnya pengalaman mereka, dan betapa banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perbedaan itu.
Namun, di balik semua pengalaman indah, ada satu momen yang hanya cukup untuk dikenang berdua. Satu malam, setelah sesi pelatihan yang melelahkan, Aku dan Hanapi memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Balai Diklat. Langit cerah dengan taburan bintang yang memukau. Kami berbicara panjang lebar tentang masa depan pendidikan dan cita-cita kami masing-masing. Percakapan itu menjadi sangat mendalam dan penuh makna, seolah waktu berhenti di antara obrolan kami.
Pada suatu titik, kami terhenti di tepi sebuah kolam kecil yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Hanapi kemudian berkata, “Mungkin kita tak akan selalu berada di tempat yang sama, tapi momen ini akan selalu kita kenang.” Kata-katanya terasa begitu dalam. Itu adalah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan, sebuah kenangan yang menjadi milik kami berdua selamanya.
Pelatihan pun berakhir, meninggalkan kesan mendalam di hati setiap peserta. Aku kembali ke Hulu Sungai Utara dengan semangat baru, pengetahuan yang lebih luas, dan sebuah kenangan berharga yang akan selalu aku bawa. Hanapi, dengan senyumnya yang khas, hanya berkata, “Ini baru awal, perjalanan kita masih panjang.” Aku setuju. Setiap perjalanan adalah bagian dari cerita panjang yang akan terus kami tulis bersama.
Catatan:
Cerita diatas adalah sebuah karangan fiksi yang mungkin bisa dijadikan referensi bagi peserta yang ingin menulis pengalamannya saat ikut pelatihan.